Ini Pandangan Dosen HTN UKSW Salatiga Terkait Mosi Tidak Percaya di DPRD Sumtim

 

Salatiga, Savanaparadise.com,- Polemik Mosi Tidak Percaya yang dilayangkan 4 Fraksi di DPRD Sumba Timur menjadi perdebatan yang menarik pada beberepa pekan terakhir ini. Hal ini juga memantik diskusi yang menarik bagi sebagian kalangan di Jagat maya. diskusi ini tentu menimbulkan pro dan kontra tapi masyarakat wajib mendapat penjelasan yang berimbang dari para Pakar Hukum Tata Negara (HTN).

Bacaan Lainnya

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Dr Umbu Rauta, SH, MH, mengatakan polemik yang terjadi di Sumba Timur, bukan polemik antara Ketua DPRD dan Bupati.

Ia menjelaskan polemik yang terjadi saat ini, itu dalam kapasitas bukan jabatan mereka masing-masing. Hanya saya pada saat yang sama, kedua orang tersebut memegang jabatan publik.

” Seharusnya jika tindakan itu dianggap pelanggaran hukum pidana atau melanggar kode etik anggota dewan, maka cukup dilokalisir untuk diselesaikan menurut hukum pidana dan peraturan tata tertib di DPRD,” kata Umbu Rauta yang juga Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi UKSW Salatiga, ketika dihubungi SP melalui layanan pesan pribadi, Jumad, 07/08/2020.

Sosok yang pernah mengikuti seleksi Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi ini mengatakan Mosi tidak percaya itu upaya politik semata bukan upaya hukum.

Terkait itu Umbu Rauta meminta para pejabat yang terkait dalam polemik itu agar memberikan teladan tentang cara hukum yang baik.

” Pejabat publik di daerah harus memberi teladan kepada masyarakat tentang cara berhukum yang baik,” katanya.

Pria asal Sumba Tengah ini juga mengatakan dalam kaitan dengan jabatan Pimpinan DPRD, mosi tidak percaya tidak memiliki relevansi karena penentuan Pimpinan DPRD bukan dipilih dari dan oleh anggota, tapi ditentukan oleh parpol pemenang pemilu secara berturut-turut.

” Saya berharap, relasi kelembagaan antara Pemda dan DPRD tetap berjalan apa adanya, sambil proses hukum pidana dan penegakan kode etik berjalan,” kata Umbu Rauta yang juga Staf Tidak Tetap Pada Kelompok DPD MPR ini.

Ia menjelaskan Mosi Tidak Percaya atau Vote of No Confidence lazimnya praktik di negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer, yang dilakukan oleh Parlemen terhadap kebijakan Pemerintah, sehingga dapat berujung pada mundur atau berhentinya perdana menteri.

Dijelaskannya dalam konteks Indonesia, mosi tidak percaya bisa saja dilakukan oleh anggota organisasi terhadap pimpinannya, yang kebijakan atau tindakannya dianggap keluar dari asas, visi, misi, dan tujuan organisasi. Misalnya organisasi yang pimpinannya dipilih dari dan oleh anggota dan eksistensi pimpinan sangat bergantung pada anggota.

Ia berharap polemik yang terjadi tidak boleh mengganggu kinerja internal kelembagaan masing-masing maupun hubungan antara kelembagaan, agar pelayanan kepada masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan tetap terjaga dengan baik. (SP)

Pos terkait