Petrus Selestinus: Pimpinan KPK Yang Baru Jangan Ego dan Arogan

Jakarta, Savanaparadise.com,- Pimpinan KPK yang akan datang harus mampu membangun hubungan yang harmonis dengan pimpinan Kejaksaan, Polri, BPK, Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian. Pasalnya, institusi-institusi itu memiliki kaitan dengan kerja KPK dalam mengungkap korupsi di kalangan aparat Penegak Hukum.

Pimpinan KPK tidak boleh ego dan arogan namun harus membangun harmonisasi hubungan antar Pimpinan Penegak Hukum karena selain untuk memperkecil gesekan dan ketegangan ketika timbul kesalahpahaman antar Lembaga Penegak Hukum, juga karena tugas pemberantasan korupsi ke depan akan jauh lebih berat dari sebelumnya.

“Gaya pimpinan KPK sebelumnya terlalu kaku, ego, eksklusif dan arogan seolah-olah tanpa pihak lain KPK bisa melakukan semuanya. Ini pola tingkahlaku yang salah dan harus dirombak. Budayakan pertemuan bersama sambil ngopi bareng sesama Pimpinan Lembaga Penegak Hukum entah 1 bulan sekali atau 3 bulan sekali sambil mengevaluasi pelaksanaan penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi diseluruh Indonesia,” ujar salah satu calon pimpinan KPK Petrus Selestinus kepada wartawan dari Jakarta, Jumad (10/7/2015).

Petrus menegaskan, meski keakraban bisa terbangun akan tetapi KPK harus tetap menjaga Independensinya, karena mahkota KPK itu terletak pada independensinya dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajibannya menurut Undang-Undang.

Selain dengan petinggi penegak hukum, kata dia, KPK juga harus membangun hubungan yang harmonis dengan pimpinan Lembaga Tinggi Negara seperti Presiden, Ketua DPR, Ketua BPK-RI, Ketua MPR, Ketua MA, Ketua MA agar para Pimpinan Lembaga Tinggi Negara dapat memperoleh informasi langsung dari KPK tentang perkembangan Pemberantasan Korupsi di seluruh Indonesia.

“Tradisi pertemuan berkala ini harus dijadikan konvensi oleh KPK mengingat KPK memiliki wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang untuk melakukan pengkajian dan perubahamn terhadap sistim Administrasi Pemerintahan yang berpotensi korupsi, sehingga inisiatif membangun komunikasi menjadi tradisi dan konvensi harus dari KPK dengan senjata Independensi tadi,” katanya.

Koordinator TPDI ini juga mengatakan, tidak boleh dilupakan adalah dialog dengan Pimpinan Partai Politik yang punya kader sebagai wakil rakyat di DPR.
Menurut Petrus, pimpinan Parpol merupakan bagian terpenting yang harus dibangun dialog oleh Pimpinan KPK ke depan, oleh karena bagian hulu dari korupsi dan virusnya ada di Partai Politik.

“Korupsi yang dilakukan oleh Anggota DPR dan oleh Pejabata Eksekutif (Menteri, Dirjen, Direktur hingga Gubernur) itu adalah bagian hilir yang merupakan pelaku lapangan atau yang hanya menjalankan instruksi Pimpinan Partai Politik. Kesalahan Pimpinan KPK selama ini adalah menempatkan KPK sebagai Tong Sampah besar yang hanya untuk menadah limbah dari mana-mana tanpa mengetahui sumber limbahnya,” kata dia.

Petrus menambahkan, Pimpinan KPK ke depan harus mampu menciptakan warna baru, gairah baru, semangat baru dan pendekatan baru agar selain KPK dan Pimpinannya tidak mudah di Kriminalisasi, juga agar KPK mengubah pendekatan pencegahan dan pemberantasan korupsinya dimulai dari bagian hulunya.

“Yang penting pimpinan KPK harus tetap menjaga Independensi agar tidak terkontaminasi dengan segala macam rayuan dan tipudaya dari pihak lain,” katanya.
Ia juga menambahkan, sisi Pencegahan sebagai salah satu tugas KPK yang selama ini tidak berjalan, harus difungsikan berjalan seiring dengan sisi penindakan yang oleh KPK sering dengan model OTT.

“Fungsi pencegahan sebetulnya sangat mudah dilaksanakan karena modal utama KPK adalah LHKPN ratusan ribu Penyelenggara Negara yang sduah diserahkan KPK, namun KPK tidak pernah melakukan penelusuran untuk menghitung ratio jumlah kekayaan dimiliki dan dilaporkan dalam LHKPN dengan penghasilan atau gaji resmi yang diperoleh Penyelenggara Negara dalam LHKPNnya,” jelasnya.

Petrus juga mengatakan, KPK harus melebarkan daerah operasionya ke daerah terutama di kawasan timur Indonesia, karena korupsi di kawasan timur semakin merajalela akibat KPK jarang melakukan OTT dan penindakan atas dasar laporan masyarakat sebagaimana yang dilakukan KPK di Jawa dan Sumatera.

“Juga KPK, Kejaksaan Agung dan Polri harus segera melakukan Audit Foreksik terhadap kinerja Kajati dan Kapolda di seluruh Indonesia dalam rangka pembenahan dan pembaharuan administrasi pemerintahan di bidang hukum yang berpotensi korupsi, sesuai dengan wewenang KPK menurut Undang-Undang,” katanya.(SP)

Pos terkait