Batu Megalith di Pulau Sabu Raijua

Megalitik (tugu batu prasejarah)

Banyak yang percaya bahwa batu-batu besar yang dapat ditemukan di tempat-tempat ritual di Sabu pada jaman dahulu muncul dari kekuatan sihir dan hanya dalam waktu satu malam. Akan tetapi, berdasarkan ahli geologi Ron Harris yang telah beberapa kali mengunjungi Sabu, bahwa batu-batu tersebut terbentuk dengan alami. Ron juga mengatakan bahwa Sabu memiliki hal yang menarik dan menantang bagi para ahli geologi. Berikut teks mengenai asal megalitik di Sabu yang diberikan secara sukarela oleh profesor Ron Harris:

“Batu-batu ini merupakan sebuah pengerasan atau konkresi yang berbentuk elips. Konkresi ini terdiri dari batu pasir. Batu pasir terbentuk ketika butiran pasir tersementasi bersamaan karena adanya cairan yang membawa butiran-butiran tersebut menjadi satu. Begitu seterusnya hingga ketika satu sementasi terbentuk dan mengeras, maka sementasi lainnya akan terbentuk lagi dan menumpuk sehingga membentuk lapisan-lapisan dalam satu buah batu. Inilah yang terjadi 250 juta tahun yang lalu pada lapisan batupasir di Sabu yang mengeras. Lapisan-lapisan yang mengeras ini sebenarnya bagian dari pinggiran tepi benua Australia. Benturan yang terjadi antara tepi benua Australia dengan tepi benua Asia selama 2 juta tahun belakangan menaikkan batuan pasir dari kedalaman ratusan kilometer keatas permukaan. Benturan ini terjadi terus menerus sehingga menjadi sumber terjadinya gempa bumi di belahan bumi.”

Megalitik di Sabu merupakan keajaiban alam dan dianggap keramat. Batu tersebut tidak diukir, tanpa tulisan dan bukan tempat pemakaman. Batuan ini dibawa ke tempat ritual dan digunakan sebagai penanda fisik dan waktu. Sebuah batu bisa dipakai sebagai pengingat seorang leluhur tertentu, atau seorang pendiri suku, atau tugas Mone Ama. Di arena ritual utama, Namata, di wilayah Seba, setiap anggota Mone Ama, berkuasa atas satu atau beberapa batu keramat. Daging dari hewan kurban biasanya ditempatkan di atas batu tersebut ketika berdoa, dan seorang Mone Ama diperbolehkan duduk di atas batunya ketika terhubung dengan para leluhur.

Berikut adalah tempat-tempat yang terhubung dengan zaman lampau di Sabu. Umumnya tempat-tempat ini tidak memiliki batas tembok (baca Kampung Adat) dan sekarang tidak lagi dihuni.
1. Wadu Mea: Batu Merah di laut dekat pantai Raerobo (Liae). Inilah tempat dimana leluhur Kika Ga dipercaya datang di Sabu (terdapat mitos / legenda mengenai hal ini). Para ahli silsilah mengatakan bahwa Kika Ga adalah leluhur pertama sehingga tidak diragukan lagi akan kepemilikan-tanahnya: dialah yang pertama.
2. Merèbu: Pemukim pertama para leluhur Sabu adalah keturunan Kika Ga. Di kaki bukit Merébu, terdapat sebuah goa dan sebuah batu datar yang disebut tempat duduk Kik Ga Wowadu mejédi Kika Ga. Beberapa leluhur tinggal disana sampai paling tidak masa Dida Miha dan kemungkinan selanjutnya. Sekarang Merébu adalah sebuah bukit tandus dimana tidak ada lagi orang yang tinggal di situ.
3. Waduwela memiliki batu keramat yang terkait dengan leluhur Dida Miha dan putranya Rede Dida. Dari zaman yang lebih baru, makam-makam dari zaman Belanda dapat ditemukan di Waduwela, di kaki bukit Ege.
4. Raeawu: Raeawu adalah sebuah kejadian yang dikenang dalam bentuk nama desa yang mana ratusan tahun lalu dihancurkan dalam peperangan (awu: abu). Sebuah desa baru lalu dibentuk tak jauh dari desa lamanya. Desa tersebut memiliki banyak kuburan dan sebuah pohon beringin besar.
5. Raenalai memiliki tiga golongan megalitik; salah satunya memiliki dolmen kecil (dolmen: monumen prasejarah berupa meja batu datar yang ditopang oleh tiang-tiang batu).

Source : http://savuraijuatourism.com/id/pariwisata/tempattempat-wisata/melalui way2east.com

Pos terkait