Kupang, Savanaparadise.com,- Sebagai salah satu lembaga tinggi Negara, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) harus diberi porsi yang sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) karena lembaga tinggi Negara itu mewakili kepentingan seluruh Daerah di Indonesia.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana Kupang DR. Kotan Y. Stefanus, SH. M.Hum mengatakan, untuk membangun mekanisme double cheks and balances, mestinya kewenangan membentuk Undang-Undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, Hubungan Pusat dan Daerah, Pembentukan dan Pemekran serta Penggabungan Daerah, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya serta berkaitan dengan perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dipegang oleh DPD RI. Sedangkan kewenangan untuk membentuk Undang-Undang lainnya dipegang oleh DPR RI.
“DPR RI ikut serta membahas RUU yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, Hubungan Pusat dan Daerah, Pembentukan dan Pemekran serta Penggabungan Daerah, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya serta berkaitan dengan perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sedangkan DPD RI ikut membahas UU lainnya,” ujar Jhon Kotan sapaan akrab DR. Kotan Y. Stefanus, SH. M.Hum ketika menjadi nara sumber pada Focus Group Discussion (FGD) antara Pansus RUU MD3 DPD RI dengan DPRD Provinsi NTT di Ruang Sidang Kelimutu Gedung DPRD NTT, Jumad (19/6/2015).
Selain menampilkan Jhon Kotan, FGD itu juga menghadirkan Ketua Pansus RUU MD3 DPD RI Prof. DR. John Pieris, SH. MS dan Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno, SH serta sejumlah anggota Pansus diantaranya Parlindungan Purba, SH, MH, Ir. Anang Prihantoro, Ir. H. Muhammad Mawardi, MM, M.Si, DR. Nono Sampono, Gede Pasek Suardika, dan Ahmad Nawardi, serta seluruh anggota DPRD NTT dan pimpinan SKPD Provinsi NTT.
Ketua Pansus RUU MD3 DPD RI Prof. DR. John Pieris, SH. MS mengatakan, FGD itu digelar untuk menginventarisasi mater-materi yang berkaitan dengan perubahan UU MD3 terutama yang berkaitan dengan kewenangan legislasi DPD, dan memetakan lebih lanjut materi putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang akan dimuat dalam Perubahan UU MD3 serta mendorong terciptanya mekanisme pembentukan legislasi yang efektif dan efisien.
John Pieris yang merupakan senator asal Provinsi Maluku ini menyebutkan, bagi DPD, subtansi dari sebuah UU adalah bagaimana bisa mengakomodir seluruh kepentingan daerah. Selama ini, kata dia, DPD tidak berhak mebahas RUU secara penuh. “DPD ingin agar bisa mengawal kepentingan dan aspirasi daerah dalam pembuatan UU karena jika hanya sampai pada tahap pertama maka akan sulit ,” katanya.
Ia bahkan mengusulkan agar kedepannya, anggota DPD RI tiap provinsi berjumlah 5-7 orang. “Ini gagasan harus diakomodir dalam revisi UU MD3 ini dan pertama muncul dari Provinsi NTT,” kata John Pieris.
Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno, SH mengatakan, secara politik ia dan lembaga DPRD NTT mendukung penuh penguatan DPD melalui revisi UU MD3. “Meski UU MD3 pada tanggal 5 Agustus 2015 baru berusia 1 tahun manun segera direvisi karena inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945, sesuai putusan MK,” kata politisi Golkar ini.
Anggota DPD RI lainnya yang menjadi anggota Pansus RUU MD3 Ahmad Nawardi yang juga mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur itu mengatakan, ia mersakan benar betapa diskriminasinya UU MD3 bagi daerah. “Ada ketidak semimbangan antara pusat dan daerah, bahkan di dua kamar satu blok di Senayan juga tadak seimbang. Itu pasalnya, ia mengajak seluruh DPRD untuk berjuang bersama DPD RI memperbaiki bangsa Indonesia melalui revisi UU MD3.
Anggota Pansus Parlindungan Purba malah mengatakan, DPD RI yang mengusulkan dan memperjuangkan UU Maritim. Senator asal Provinsi Sumatra Utara ini menegaskan, DPD sangat konsen memperjuangkan berbagai kepentingan daerah. “DPD merupakan sahabat dari se;uruh Partai Politik dan juga sahabat dari seluruh DPRD se Indonesia,” katanya.(EY)