Kupang, Savanaparadise.com,- Akibat kekeringan yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak Agustus, warga di 24 desa yang tersebar di 13 kecamatan pada Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) kesulitan air bersih. Asisten Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten TTS, Epy Tahun menjelaskan, hingga minggu ketiga Oktober 2015, terdapat 24 desa di 13 kecamatan yang dinyatakan kekurangan air bersih.
Wilayah krisis air sudah mendapat pelayanan berupa air tangki atas kerja sama Bank NTT dan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten TTS. Sebuah tim juga telah diutus pemda untuk mendata desa-desa yang kekurangan air bersih.
“Apabila sudah didata, akan diberi bantuan. Pemda sudah mengalokasikan dana lewat perubahan anggaran untuk pengadaan fiber dan air bagi desa-desa yang kekurangan air bersih,” ucap Epy, minggu, (1/11)
Calvin Tefbana, warga Desa Kiufatu, Kecamatan Kualin, menceritakan bahwa pada Mei-Juli 2015, mereka sudah kesulitan air bersih. Namun saat itu, keadaannya tidak separah sekarang.
Sejak Agustus hingga sekarang, mereka terpaksa membeli air dengan harga Rp 500 per jeriken ukuran 5 liter.
“Kami membeli air yang dijual orang yang punya uang dan memiliki pikap untuk mengangkut air keliling kampung. Warga berlomba-lomba membeli untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Calvin, kemarin.
Kendati ratusan warga mengalami krisis air, hingga saat ini pemerintah tidak memberi bantuan berupa pelayanan air tangki. Semua sumur sudah kering sehingga warga hanya berharap air yang dijual orang-orang yang merasa peduli terhadap sesamanya.
Menurut Calvin, warga di wilayah itu sering mengalami krisis air saat musim kemarau. Namun, pemerintah belum melakukan intervensi, seperti pembangunan sumur dangkal maupun sumur bor. Warga di wilayah itu juga sering dilanda kekurangan pangan karena gagal panen setiap tahun.
Warga berharap, secepatnya pemerintah memberikan bantuan berupa pelayanan air tangki agar bisa memenuhi kebutuhan mereka. Dalam seminggu, warga membeli air sebanyak tiga kali. Untuk menghemat, air yang dibeli hanya untuk masak dan minum. Untuk mencuci, mereka menggunakan air asin.
Calvin menyampaikan, dalam seminggu ia harus mengeluarkan anggaran Rp 15.000 untuk membeli 30 jeriken air berukuran 5 liter. Air yang dibeli itu hanya bertahan dua sampai tiga hari. Itu pun sudah termasuk menghemat.
Ia mengatakan, hanya tiga pikap yang dipakai untuk menjual air, khususnya di tiga kecamatan yang bertetangga, yakni Amanuban Selatan, Kualin, dan Kolbano. Jadi, mobilisasinya agak sulit menjangkau seluruh masyarakat.
Meski begitu, warga tetap bersyukur karena air yang dijual tergolong murah, yakni hanya Rp 500 per jeriken.
Calvin menilai, pemerintah sudah mengetahui wilayah selatan Kabupaten TTS adalah daerah tandus dan sering mengalami krisis air. Anehnya, setiap tahun warga yang dilanda kekeringan tidak pernah mendapat bantuan pemerintah.
Wakil Ketua DPRD TTS, Alex Kase menegaskan, pemerintah pusat menyiapkan bantuan berupa 1.000 sumur bor dan 1.000 sumur dangkal untuk wilayah yang krisis air. Ternyata hingga sekarang, itu belum terealisasi. Menurutnya, belum terbantunya masyarakat menjadi kelemahan pemda.
Selain itu, masih ada sumber-sumber air di wilayah itu yang semestinya dimanfaatkan pemerintah untuk melayani masyarakat. Sumber air yang tidak kering dan terletak di atas ketinggian seharusnya dikelola pemerintah melalui program pemipaan untuk kebutuhan masyarakat.
“Pemerintah pusat sudah berjanji membangun 1.000 sumur bor dan 1.000 sumur dangkal di wilayah selatan TTS, sebagai daerah yang krisis air. Nyatanya, pemda yang kelemahan dan tidak responsif,” tutur Alex.
Menurutnya, Pemkab TTS tidak berniat membantu masyarakat yang dilanda kekeringan dan krisis air. Buktinya, pemerintah pusat sudah berjanji memberikan bantuan berupa pembangunan 1.000 sumur bor dan 1.000 sumur dangkal, namun hingga kini tidak satu pun yang direalisasikan.(SH/SP)