Kupang, Savanaparadise.com,-Anggota DPD RI asal NTT Drs. Ibrahim Agustinus Medah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Angkatan Muda Adonara (AMA) Kupang di Aula Getsemani Faguko, Kuoang, Senin (21/1/2019). RDP dengan topik Sistem Ketatanegaraan Indonesia dan Pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Repuplik Indonesia Tahun 1945 itu dihadiri ratusan anggota AMA Kupang dan warga masyarakat Fatukoa.
Dalam paparannya, Medah menyebutkan, Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi atas berbagai penyimpangan dan kebobrokan Demokrasi Terpimpin pada Era Orde Lama. “Pada awalnya Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai bidang. Dalam bidang Politik dibuatlah UU No. 15 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Atas dasar Undang-Undang tersebut Orde Baru mengadakan pemilihan umum pertama tahun 1971. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan -penyimpangan,” katanya.
Dijelaskan Medah, ambisi penguasa Orde Baru mulai merambah ke seluruh sendi-sendi kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Penafsiran pasal-pasal UUD 1945 tidak dilaksanakan sesuai dengan isi yang tertuang dalam UUD tersebut, melainkan dimanipulasi demi kepentingan sang penguasa. “Realisasi kekuasaan dalam UUD 1945 praktis lebih banyak memberikan porsi pada presiden. Sesungguhnya UUD 1945 memang memberi wewenang yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Namun, Presiden hanyalah mandataris MPR serta dalam menjalankan pemerintahan diawasi oleh DPR. Dalam kenyataan di lapangan, posisi legislative berada di bawah presiden. Seperti tampak dalam UU No. 16 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, serta UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum, posisi Presiden terlihat sangat dominan,” katanya.
Dengan paket Undang-Undang politik tersebut, lanjut Medah praktis secara politis kekuasaan legislatif berada di bawah presiden. “Akibat kekuasaan yang nyaris tanpa kontrol tersebut akhirnya menjadikan penguasa Orde Baru cenderung melakukan penyimpangan hampir di semua sendi kehidupan bernegara. Korupsi , Kolusi dan Nepotisme (KKN) merajalela dan membudaya, pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang yang dekat dengan penguasa, kesenjangan sosial semakin melebar, utang luar negeri menjadi menggunung, akhirnya badai krisis ekonomi menjalar menjadi krisis multidimensi,” jelasnya.
Medah menambahkan, rakyat yang dipelopori mahasiswa menuntut dilakukannya reformasi di segala bidang dan runtuhnya Orde Baru.
Langkah reformasi lembaga legislatif setelah amandemen kata Medah adalah dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan tujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk turut serta berperan aktif dalam pelaksanaan sistem pemerintahan yang sejalan dengan Otonomi Daerah yang telah berjalan.
“Namun otoritas DPD sangat terbatas jika dibandingkan dengan DPR,” katanya.**llt