Kupang, Savanaparadise.com,- Problem kemiskinan yang membelenggu NTT seolah-olah merupakan penyakit “ endemic” yang terus menerus menjadi warisan setiap era kepemimpinan. NTT bahkan di kancah nasional sering diplesetkan sebagai Nasib Tidak Tentu atau plesetan lain yang membuat NTT tidak punya apa-apa. Padahal NTT mempunyai sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain di Indonesia.
Memutus sel-sel kemiskinan tentu dibutuhkan sebuh terobosan yang tidak biasa dan pemimpin yang tidak biasa pula. Butuh sosok yang smart dan kaya ide sehinggal menghasil inovasi yang berkelanjutan untuk memberangus kemiskinan di NTT. Jawabannya adalah, NTT butuh pemimpin dari kalangan profesional seperti Daniel Tagu Dedo.
Luas wilayah daratan 47.349,90 km2 atau 2,49% luas Indonesia dan luas wilayah perairan ± 200.000 km2 diluar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Kondisi ini menjadikan masyarakat NTT sebagai masyarakat agraris. Potensi kelautan hanya pada usahan ikan tangkapan dan budidaya. Padahal luas laut NTT merupakan salah satu potensi yang selalu dilupakan. Pengelolaan air laut selama ini cenderung pada produksi garam melulu tanpa memikirkan penggunaan teknologi tepat guna yang mempunyai multi effeck player.
Hal inilah yang menggelitik sanubari Daniel Tagu Dedo untuk melirik potensi air laut tidak hanya terbatas pada produksi garam dalam skala yang masih terbatas. dapat air dapat gram dengan skala produksi yang besar, kata Daniel.
Untuk mengembang air laut menjadi air tawar maka akan dibuat program Sea Water Reverse Osmosis (SWRO). Dengan SWRO ini NTT dapat mengatasi kekurangan air bersih. Dampak lainnya adalah penyulingan ini mengahasilkan garam sehingga bisa membawa NTT menjadi provinsi garam.
Pengolahan air bersih dengan teknologi membran Reverse Osmosis (osmosis terbalik), yang dapat digunakan untuk desalinasi (mengolah air asin menjadi tawar), dan juga mengolah air limbah atau air kotor menjadi air bersih. Reverse Osmosis (Osmosis Terbalik) ini memang telah banyak dipakai di beberapa negara seperti Amerika, Jepang, Jerman, Arab, Australia juga di Indonesia tentunya.
Daniel merincikan potensi SWRO projek satu unit saja dapat menghasilkan 20 juta liter air minum perhari dan 1.600 ton garam perhari. Dengan nilai investasi per unit Rp. 350 miliar, cukup dengan 10 projek di seluruh NTT.
Padahal masalah umum NTT adalah masalah ketersediaan air. NTT dikenal sebagai daerah dengan curah hujan yang rendah tetapi memiliki wilayah laut yang luas. Sehingga perlu dikembangkan program merubah air laut menjadi air tawar.
“ selain itu kita dapat memperbaiki water management system di seluruh NTT baik untuk kebutuhan air bagi rakyat maupun irigasi pertanian dan suplay air untuk peternakan dan industri-industri lain akan dibangun. Semua program pembangunan ekonomi ini tujuannya untuk meningkatkan Index pembangunan Manusia (IPM) NTT,” jelas Daniel.
Daniel menjelaskan lebih lanjut SWRO projek tak hanya memberi manfaat secara ekonomis bagi masyarakat tetapi juga akan memberi perluasan lapangan kerja yang baru bagi masyarakat NTT.
“Kalau ada lapangan kerja baru, maka jumlah warga NTT yang menjadi TKI/TKW ke luar negeri pun bisa ditekan. “Pembangunan di Kupang selama ini meningkat, namun tingkat kemiskinan juga meningkat. Itu disebabkan pembangunan tidak menyentuh ke kalangan bawah,” kata Daniel.(SP/AVT)