Kupang, Savanaparadise.com,- Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Robert Lambila, SH, MH dan 12 orang jaksa yang menjadi kroni-kroninya alias anak buahnya diduga telah melakukan intimidasi dan kriminalisasi terhadap Wartawan Fakta Hukum -NTT, FN dengan cara memanggilnya sebanyak 6 kali namun hanya 2 kali mendapat surat panggilan. HP wartawan FN disita tanpa Surat Perintah Pengadilan. Berita-berita FN tentang kasus Embung Nifuboke yang ditulisnya, diprint jaksa penyidik dan mempertanyakan berita-berita tersebut dalam pemeriksaan.
Wartawan FN juga dipaksa mengakui/melihat adanya transaksi/pemberian/transfer uang. Ia juga mengaku diperiksa dalam ruang yang dijaga oleh 13 orang jaksa. Ia juga dikawal ketat bak buronan/penjahat kelas kakap saat ke kamar mandi. Wartawan FN juga tidak diizinkan membeli rokok dan makan/minum.
Demikian diungkapkan Wartawan FN kepada wartawan di Kupang, Kamis-Jumat (9-10/3/23). Menurutnya, Ia merasa tertekan, terintimidasi dan dikriminalisasi oleh Kajari TTU, Robert Lambila dan anak buahnya.
“Saya sebagai jurnalis FH-NTT, saya merasa dalam hati kok setiap kali saya tulis berita terkait proyek di kabupaten TTU, saya dipanggil dan diperiksa terkait pemberitaan. Saya merasa ketakutan juga dan saya diintimidasi habis-habisan. Ini yang membuat saya kecewa karena menghalang-halang kebebasan pers. Saya merasa dikriminalisasi,” ungkap FN.
Wartawan FN menjelaskan bahwa Sejak tanggal 10 Februari 2023, ia merasa diintimidasi dan ditekan/dipaksa oleh Kajari Lambila dan anak buahnya, antara lain Kasi Pidsus, Andrew Keya dan Kasi Intel, Hendrik Tiip. “Sejauh ini saya memang ditekan habis-habisan. Kalau saya muat berita atau mereka baca berita yang saya buat, mereka langsung panggil saya untuk menghadap. Mereka bilang, Adik sudah tidak usah tulis berita. Adik masih muda. Urus ko nikah. Supaya ini masalah selesai ko adik bisa urus yang lain-lain. Mereka tekan saya supaya jangan buat berita dan jangan bagikan berita yang ada,” bebernya.
FN juga membantah pernyataan Kajari Lambila bahwa dirinya diperiksa sebagai anggota Araksi “Kalau saya dipanggil sebagai anggota Araksi, kenapa ID Card Pers saya diminta dan di copy? Kenapa mereka print berita-berita saya lalu tanya dan minta penjelasan saya tentang berita terkait Embung Nifuboke?” kritiknya.
Menurut FN, ia telah menjadi wartawan FH-NTT sekitar 3 tahun. “Saya menjadi anggota Araksi TTU, sebagai Wakil Ketua Bidang Media sudah 4 bulan. Tugas saya hanya sebatas publikasi media saat ada jumpa/pernyataan pers Araksi. Tidak lebih dari itu,” tegasnya.
Menurut Wartawan FN, Ia dipanggil sebanyak 6 kali. “Saya dipanggil 6 kali. Tiga kali diambil Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Tapi hanya di kasih 2 surat panggilan. Surat panggilan tanggal 10 Februari 2023 baru dikasih untuk ditanda tangani tanggal 21 Februari 2923 (11 hari kemudian, red). Sedangkan surat panggilan kedua, untuk pemeriksaan tanggal 20 Februari 2023, di kasih pada tanggal 19 Februari 2023. Sementara pemeriksaan tanggal 11 tanpa surat panggilan. Selain itu, saya juga di panggil pertelepon tidak untuk untuk ditanya-tanya dan disuruh untuk tidak buat berita terkait dugaan korupsi Embung Nifubije dan proses pemeriksaan saya oleh Kejari TTU,” ujarnya.
Pemeriksaan pertama, jelas wartawan FN dilakukan pada tanggal 10 Februari 2023. “Itu tanpa surat panggilan. Awalnya, saya dan Ketua Araksi TTU, CB diminta Kasi Intel Kejari TTU, Hendrik Tiip untuk minum kopi. Kami bertemu di rumah makan di samping kantor Bank NTT. CB minum kopi dan saya makan. Kasi Intel bilang saat itu, makan banyak adik karena nanti kita lama. Kemudian kami ke kantor Kejari, saya diarahkan untuk duduk di ruang tunggu , selama 3 menit. Ketua Araksi TTU, CB diminta tinggalkan HP dan ikut dengan Kasi Intel Hendrik Tiip ke ruangan,” bebernya.
Kemudian, lanjut FN, datang Kajari TTU, Roberth Jimmy Lambila mengatakan, “Lu wartawan ikut saya ke ruangan. Itu dekitar pukul 14.00 Wita. Setelah saya tiba di ruanganya, saya ditanyai terkait dengan Embung Nifuboke TTU yang sementara bermasalah sebab pengerjaannya tidak sesuai dengan mekanisme. Lalu saya menjawab, sesuai dengan hasil observasi saya di lapangan bahwa terkait Embung tersebut memang benar tak ada asas manfaat sebab Embung Nifuboke yang di bangun dengan uang negara Mubasir, tidak ada airnya. Saya jelaskan kalau pun ada air itu ditarik dari Kali Oeluan. Kajari Robert mengatakan adik mengaku saja karena target kami AB (Ketua Arajsi NTT, red) dan HT (Pengusaha asal TTU, red),” ungkapnya.
Lalu, lanjut wartawan FN, Kajari TTU menyuruh salah satu penyidiknya untuk mengarahkannya ke ruang sebelah untuk dimintai keterangan terkait dengan Embung Nifuboke. Saat itu, FN diperiksa hingga jam 1 malam. “Saya didesak habis-habisan untuk mengakui pertanyaan mereka bahwa saya melihat pemberian uang dari Kontraktor Pelaksana Embung Nifuboke, MT (Direktur CV. Gratia) kepada Ketua Araksi TTU. Tapi saya bilang saya tidak lihat bagaimana saya bilang lihat. Saya diperiksa sampai jam 1 malam,” jelasnya.
Setelah itu, menurut wartawan FN, HP-nya disita dan ia dipaksa untuk menandatangani surat penyitaan. “Saat itu HP saya di sita. Dan di Jam 1 malam itu (11/2/23 dini hari, red)), saya dipaksa tanda tangan surat penyitaan HP. Saya mengatakan, Hae bapak ini sudah bagaimana kok hp saya disita tanpa prosedural? Lalu penyidik mengatakan ini sudah sesuai dengan mekanisme yang ada dan adik pasti paham,” ujarnya menirukan perkataan Jaksa.
Pada saat itu, sekitar Jam 1, wartawan FN juga dipaksa untuk menandatangani surat panggilan untuk diperiksa pada tanggal 13 Februari 2023 Pukul 09.00 Wita.
Pemeriksaan kedua, lanjut FN, dilakukan pada 11 Februari 2023. “Saat saya masuk ke dalam ruangan Kajari pada tanggal 11 Februari 2023, dibagian kanan ada 3 orang jaksa, dibagian kiri 3 orang, di depan Kejari TTU ada 2 orang, dan 4 orang di pintu untuk jaga saya,” jelasnya.
Saat itu, FN mengaku kembali diintimidasi supaya ia mengakui pertanyaan mereka (terkait dugaan pemberian/transaksi uang kepada CB Rp 12 Juta terkait Embung Nifuboke dan dugaan transfer uang ke AB sebesar Rp 100 Juta oleh kontraktor Jalan Nona Manis, red).
“Mereka tetap ajukan pertanyaan yang sama dan saya dipaksa untuk mengakui pertanyaan penyidik. Saya bilang, saya tidak lihat itu uang Rp 12 juta yang di serahkan ke Ketua Araksi CB. Saya juga tidak tahu tentang Kasus jalan Nona Manis karena saya tidak pernah tulis kasus itu. Dan saya tidak tahu tentang uang Rp 100 juta itu. Tapi mereka tetap paksa saja untuk mengakui melihat uang Rp 12 juta itu dan tahu tentang transfer uang Rp 100 juta itu,” beber wartawan.
Tapi, lanjut wartawan FN, ia tetap konsisten bahwa ia tidak tahu menahu tentang hal itu. “Mereka bilang, adik mengaku saja. Adik masih muda, karier masih panjang. Kami akan lepas adik supaya urus nikah sudah,” beber FN dengan dialek khas TTU.
Menurut FN, saat itu, ia tidak di kasih kesempatan untuk beli rokok. “Mau beli makan juga tidak di kasih kesempatan. Mereka bilang kalau makan kami yang beli karena ada dana untuk itu. Saya ke kamar mandi saja, juga di jaga ketat 2 orang jaksa,” ungkap Wartawan FN.
Selanjutnya, pada hari ini Minggu tanggal 12 Pebruari 2023 sekitar pukul 11 00 Wita FN di didatangi oleh dua orang yang tidak kenal di rumahnya di Benpasi untuk mengintimidasinya. “Mereka pakai masker hitam dan topi. Saya yakin mereka dari Kejari TTU karena mereka menyampaikan kepada saya agar saya jujur dan terbuka dalam memberikan keterangan. Kalau tidak adik akan dijadikan sebagai tersangka. Mereka intimidasi saya,” ungkap FN.
Merasa diperlakukan sewenang-wenang, wartawan FN menulis kejadian intimidasi dan kriminalisasi tersebut dan posting di media FH-NTT.Com pada tanggal 12 Februari 2023. “Pada Senin, 13 Februari 2023 saya datang ke Kejari TTU untuk diperiksa sesuai surat panggilan. Namun saya tidak diperiksa tapi hanya disuruh untuk mengakui pertanyaan mereka dan disuruh untuk tidak tulis berita serta tidak membagikan berita (berita Embung Nifuboke dan proses pemeriksaan wartawan FN oleh penyidik Kejari TTU),” ujarnya.
Pada tanggal 15 Februari 2023, kata FN, ia dipanggil lagi oleh Kejari TTU namun tidak dibuat BAP. “Pada tanggal 19 Februari 2023, saya di kasih surat panggilan untuk diperiksa besoknya. Pada tanggal 20 Februari 2023, saya diperiksa dengan pertanyaan yang masih sama. Pada tanggal 21 Februari 2023, saya dipanggil lagi yang ke enam kali tidak diperiksa. Saya disuruh tanda tangan surat panggilan untuk pemeriksaan 19 Februari 2023 (11 hari setelah diperiksa, red),” bebernya.
Pada tanggal 21 Februari 2023, saya dipanggil lagi untuk tanda tangan surat panggilan pemeriksaan tanggal 10 Februar 2023.
FN mengaku kesal dan sangat kecewa karena diperlakukan secara sewenang-wenang oleh Kejari TTU dengan memeriksanya dirinya tanpa ada surat panggilan. “Saya merasa seperti penjahat kelas kakap atau buronan negara yang mau ke kamar mandi saja saya dikawal. Mau beli makan dan merokok tidak di ijinkan. Saya dipaksa menandatangani surat pemanggilan untuk pemeriksaan tanggal 11 Februari 2023 saat tengah malam. Saya juga dipaksa untuk menandatangani surat penyitaan HP saya jam 1 dini hari (11 Februari 2023, red),” tandasnya.
Kajari TTU, Robert Lambila yang dikonfirmasi tim media ini pesan WA mengatakan, telah mengklarifikasi pertanyaan tim medis ini melalui jumpa pers. “Sudah saya klarifikasi lewat jumpa pers kemarin. Itu tidak benar. Yang benar justru bukti-bukti penyidikan yang bersangkutan bekerja sama dengan beberapa orang lain untuk memeras orang yang diberitakan. Sudah saya limpahlan ke pengadilan, nanti ikuti saja faktanya dipersidangan. makasih kaka,” tulisnya.
Terkait penyitaan HP wartawan FN, Kajari Lambila mengatakan telas ada surat perintah penyitaan. “Kami sita HP-nya sudah ada surat perintah penyidikan dan surat perintah penyitaan dan sudah ada persetujian pengadilan. Semuanya sudah sesuai SOP,” katanya.
Menurut Robert Lambila, hari Senin, 13 Maret 2023, ia berencana menyerahkan berkas dugaan pemerasan ke Polres TTU. “Saya rencana serahkan kasus pemerasanya bersama seorang berinisial C.B ke Polres TTU,” tulisnya. (Savanaparadise/Tim)