Savanaparadise, Kupang – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Paulinus Yohanes Nuwa Veto meminta Pemprov NTT mengatasi bencana kemanusiaan.
Permintaan ini disampaikan Nuwa Veto menanggapi kasus kematian Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri.
Berdasarkan data yang ia peroleh, hingga Juli 2024, NTT telah menerima 62 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa.
Menurut Anggota DPRD NTT, Paulinus Yohanes Nuwa Veto kondisi ini merupakan bencana kemanusiaan yang harus segera ditindaklanjuti dan ditandatangani secara serius oleh pemerintah.
Pasalnya, jumlah sekarang hampir setengah dari jumlah PMI yang dikirim pulang dalam keadaan tak bernyawa di tahun 2023 lalu sebanyak 159 orang.
“Ini sudah pertengahan tahun sudah di angka 62. Berarti hingga akhir Desember kita berdoa banyak supaya tidak terjadi lagi seperti di tahun 2023 lalu,” kata Nuwa Veto saat Rapat Paripurna bersama pemerintah pada Jumad 19 Juli 2024.
Menurut Nuwa Veto, Pemprov NTT harus melakukan langkah-langkah luar biasa seperti mengevaluasi kembali kebijakan juga kelembagaan yang selama ini menangani masalah ini.
“Sudah ada kebijakan tetapi kalau kita melihat angka ini tidak bisa kita tekan. Karena itu harus ada langkah-langkah luar biasa,” tegas Nuwa Veto.
Evaluasi kebijakan juga kelembagaan yang menangani Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dikarenakan dari 62 jenasah hanya 1 jenasah yang diberangkatkan secara prosedural. Sisanya adalah korban yang diberangkatkan secara non prosedural.
“Dari 62 hanya 1 yang prosedural. Itu berarti mereka ini korban TPPO. Karena itu kami minta evaluasi kebijakan dan juga kelembagaan,” tegas anggota DPRD dari Fraksi Partai Hanura ini.
Menanggapi pernyataan Nuwa Veto, Penjabat Gubernur NTT, Ayodhya Kalake, mengatakan saat pemerintah telah merencanakan pertemuan secara komperhensif dengan seluruh stakeholder baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Pertengahan bulan ini akan ada pertemuan besar dengan melibatkan semua stakeholder termasuk aparat penegak hukum,” terangnya.
Penanganan masalah TTPO di NTT butuh kerjasama antara pemerintah daerah karena pengiriman tenaga kerja non prosedural dilakukan dengan cara yang tidak biasa.
Pasalnya, pengiriman tenaga kerja non prosedural saat ini tidak lagi menggunakan transportasi udara melainkan menggunakan transportasi darat dan Laut.
Kita tidak bisa mencegat mereka di Eltari karena tidak berangkat dengan transportasi pesawat terbang tetapi dengan moda transportasi darat atau laut,” terangnya.
Antisipasi yang dilakukan pemerintah adalah meminta pemerintah daerah memfasilitasi atau membekali para tenaga dengan kemampuan atau skill dengan mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja
“Ini menjadi evaluasi kinerja kita. Dan harus temukan solusinya saat pertemuan nanti,” tandasnya. (Liam)