Ende, Savanaparadise.com,- Bupati Kabupaten Ende, Yosef Benediktus Badeoda merespon terkait tuntutan PMKRI soal proyek pembangunan Geothermal (panas bumi) yang ada di wilayah Kabupaten Ende.
Menurut Bupati, saat ini Pemerintah masih menunggu perkembangan hasil Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dari keberadaan proyek Geothermal tersebut.
‘Kita musti dalam posisi yang seobyektif mungkin untuk menilai dampak apa yang sudah terjadi sehingga ada penolakan. Ya, itu kita butuh kajian yang benar dan kajian yang obyektif”, ungkap Bupati, Rabu, (19/3/25).
Dikatakan kajian yang benar dan mendalam itu yang akan menjadi pertimbangan khusus bagi Pemerintah untuk mengambil sikap.
Apalagi seperti yang diketahui bersama bahwa proyek pembangunan Geothermal ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) di mana, proyek ini menjadi proyek Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tinggal menjalaninya.
“Ini bukan soal bisa atau tidak bisa. Na, kemudian bila ada penolakan dari komponen masyarakat kita perlu mempelajari dengan baik dan seobjek mungkin, penolakan itu apa alasannya. Dan itu juga harus berdasarkan kajian AMDAL sehingga clear”, ujar Bupati Badeoda.
Sebelumnya, PMKRI Cabang Ende melakukan aksi demostrasi di Kantor Bupati Ende untuk mempertanyakan sikap Pemerintah Daerah (Pemda) soal keberadaan proyek pembangunan Geothermal yang ada di Ende. Dalam aksi tersebut, PMKRI menyampaikan kegelisahan dan kecemasan yang dialami masyarakat tentang keberadaan proyek Geothermal.
PMKRI menilai keberadaan proyek pembangunan Geothermal telah melanggar HAM masyarakat setempat dan berdampak secara ekologis. Karena itu PMKRI secara organisatoris menolak proyek pembangunan Geothermal yang ada di wilayah Kabupaten Ende.
PMKRI juga mendesak Mentri ESDM melalui Pemda Ende untuk mencabut Surat Keputusan (SK) penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD sebelumnya dengan tegas menolak proyek pembangunan Geothermal di wilayah Keuskupan Agung Ende. Sikap penolakan itu kembali dilontarkan Uskup Agung Ende saat menerima utusan dari Kementrian ESDM -EBTKE dan PT PLN, Sabtu, (15/3/25).
Pertemuan tersebut bertujuan, membicarakan keberadaan proyek Geothermal di wilayah KAE. Dalam pertemuan itu, perwakilan Kementrian ESDM -EBTKE dan PT. PLN memaparkan beberapa poin dan merespon terkait dengan program-program Pemerintah yang berhubungan dengan Geothermal dan kondisi sistem kelistrikan yang ada di Pulau Flores serta pembangkit listrik yang sedang dikembangkan.
Namun, melalu Viklaris Jendral KAE, RD. Fredirikus Dhedu menegaskan bahwa sikap gereja telah disampaikan kembali melalui Surat Gembala Tahun Yubileum 2025 dan Surat Gembala Prapaskah 2025 yaitu menolak proyek pembangunan Geothermal di wilayah KAE.
Dijelaskan, penolakan ini lahir dari Empat aspek, sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Karena wilayah KAE terdiri dari gunung dan bukit, serta menyusahkan lahan yang terbatas untuk pemukiman dan pertanian warga.
Disebutkan, dari aspek mata pencarian, hampir 80 persen umat KAE adalah Petani. Usaha pertanian di KAE sangatlah tergantung pada curah hujan sehingga sumber air tanah tidak banyak dan berujung pada kerusakan serta kelangkaan air. Berikutnya, dari aspek budaya, pertanian membentuk kebudayaan dan tradisi umat di wilayah KAE melalui struktur sosial dan ritus-ritus tradisional. (CR/SP)