Kupang, Savanaparadise.com,– Yayasan Bambu Lestari (YBL), lembaga nirlaba yang menginisiasi program pembibitan dan penghijauan bambu berbasis kelompok perempuan di NTT, melakukan terobosan inovatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap polybag (kantung benih) berbahan plastik.
Melalui kolaborasi dengan kelompok perempuan di dua desa di Flores, YBL melakukan ekplorasi penggunaan serat alam sebagai bahan pembuatan polybag.
Di Desa Du, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, ibu-ibu pembibit bambu setempat berhasil membuat polybag berbahan serat alam, yaitu dari pelepah pisang, daun kelapa dan sabut kelapa.
Sedangkan di Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada, YBL menggandeng DuAnyam, lembaga nirlaba pengembangan kerajinan anyam tradisional, serta KEHATI untuk membimbing ibu-ibu pembibit bambu menciptakan kerajinan tangan berbahan bambu, termasuk polybag serat bambu.
Inovasi ini merupakan upaya YBL untuk memastikan bahwa program-program yang dijalankan di NTT makin memenuhi kaidah ramah ligkungan. Meski praktis, kuat dan murah, polybag berbahan plastik jauh lebih sulit terurai dibandingkan polybag berbahan serat alam.
Presiden Direktur YBL, Arief Rabik menegaskan bahwa inovasi ini secara bertahap akan diterapkan dalam skala luas di desa-desa peserta program pembibitan dan penghijauan bambu. Saat ini ada 20 desa di 7 kabupaten di Flores yang didampingi YBL dalam program yang didanai Pemprov NTT tersebut.
Tahun ini program akan menghasilkan 2,8 juta bibit bambu, artinya jumlah polybag yang dibutuhkan juga jutaan.
“Secara bertahap, polybag plastik akan kita ganti dengan polybag serat alam. Tahun ini kita mengupayakan agar 10 persen dari seluruh polybag yang dipakai adalah yang berbahan serat alam,” ujarnya
Inovasi ini juga mencakup pemetaan daerah-daerah dengan sumberdaya serat alam di NTT.
“Penggunaan serat alam ini juga akan berdampak positif dengan menguatkan industri kerajinan di desa-desa dan memberikan peluang ekonomi tambahan pada para penganyam serat alam,” ujar Arief di sela-sela Presentasi dan Diskusi Program Desa Wanatani Bambu di NTT, Senin (23/8) di Hotel Naka, Kupang.
Acara yang dihadiri langsung oleh Ketua TP PKK NTT, Julie Sutrisno Laiskodat serta Wakil Ketua TP PKK NTT Maria Fransisca Djogo, diikuti oleh YBL dan sejumlah OPD yang terkait dengan program pembibitan dan penghijauan bambu berbasis kelompok perempuan itu.
Inovasi polybag berbahan serat bambu itu memperoleh dukungan antusias dari Ibu Julie Sutrisno Laiskodat.
“NTT sangat kaya dengan tradisi anyaman dan polybag berbahan serat alam ini sangat menarik dan bagus,” kata Julie Sutrisno Laiskodat.
Dalam Presentasi dan Diskusi Program Desa Wanatani Bambu di NTT itu, YBL melaporkan hasil-hasil yang telah dicapai selama Januari-Juli 2021. Program ini ditargetkan menghasilkan 2,8 juta bibit, membentuk 20 kelompok perempuan pelopor bambu di 7 kabupaten di Flores, serta memberdayakan 305 ibu-ibu pelopor bambu sebagai pelaksana family nursery (pembibitan berbasis keluarga).
Julie Sutrisno Laiskodat meminta agar YBL dan OPD terkait bekerja sama sebaik-baiknya dalam memastikan bahwa program benar-benar memberi manfaat bagi pelestarian lingkungan NTT serta bagi pemberdayaan masyarakat desa dan perempuan di NTT.
Tentang YBL
Yayasan Bambu Lestari (YBL) didirikan oleh Ibu Linda Garland pada 1993 sebagai organisasi nirlabauntuk mengkampanyekan dan mewujudkan bambu sebagai solusi ekonomi dan ekologi bagimasyarakat pedesaan di Indonesia. Setelah Ibu Linda Garland berpulang, kepemimpinan YBLdilanjutkan oleh putra beliau, Arief Rabik.
Bambu menjadi pilihan utama karena sejumlah keutamaan yang dimiliki tanaman tersebut.Dari sisi Ekologis keutamaan bambu adalah: (1) Mampu memulihkan lahan kritis;(2) Mampumenyimpan air, satu rumpun bambu mampu menyimpan 5000 liter air per musim hujan. Air yang kemudian dilepaskan kembali ke tanah pada musim kemarau.;(3) Mampu menyerap karbon (CO2), satu hektar hutan bambu mampu menyerap dan menahan 50 ton CO2 per tahun.;(4) Mampu tumbuh di lahan miring serta menstabilkan lahan rawan longsor. Dengan demikian bambu adalah tanaman yang tepat untuk upaya restorasi lahan kritis, perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS), mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta pencegahan bencana.
Dari sisi Ekonomis keutamaan bambu adalah: (1) Dapat dibudidayakan secara lestari danberkelanjutan. Dengan metode Hutan Bambu Lestari (HBL) bambu dapat dipanen secara reguler tanpa mengurangi fungsi hutan bambu sebagai daerah tutupan hijau serta konservasi air.; (2) Kemampuan bambu dalam menyimpan air menciptakan sebuah lingkungan kondusif bagi budidaya tanaman-tanaman pangan dan produktif lainnya.; (3) Bambu dapat diolah menjadi beraneka ragam produk, termasuk produk-produk yang selama ini telah akrab dengan tradisi masyarakat lokal di Indonesia. Secara global, telah diidentifikasi lebih dari 1500 produk berbasis bambu, dari produk bangunan dan furnitur hingga tekstil dan makanan.; (4) Permintaan akan bambu terus meningkat. Pasar global untuk bambu dan produk-produk olahan bambu nilainya kini ditaksir telah melebihi 100 Milyar Dollar.
Seluruh program YBL untuk mengkampanyekan dan mewujudkan bambu sebagai solusi ekonomi dan solusi ekologi bagi masyarakat pedesaan memiliki paling tidak lima tujuan utama, yaitu (1) Restorasi lahan kritis; (2) Konservasi air; (3) Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; (4) Pencegahan bencana; (5) Pemberdayaan Masyarakat Desa serta Masyarakat Adat.
Lima tujuan utama ini tercermin secara utuh pada model Desa Bambu yang diperkenalkan oleh YBL.
Pada model ini Masyarakat Desa dan Masyarakat Adat menjadi mitra utama dalam pembibitan, penanaman, perawatan serta pemanenan bambu. Bibit bambu kemudian ditanam pada tanah milik desa maupun tanah yang dikelola mitra utama lainnya (seperti KPH, Perhutani, Pemerintah Daerah), serta di lahan-lahan kritis.
Pada daerah penanaman, bambu kemudian disandingkan dengan tanaman pangan lokal maupun tanaman produktif lainnya sehingga masyarakat memiliki sumber pendapatan lainnya pada saat menunggu bambu mencapai usia panen. Koperasi serta badan usaha milik desa diaktivasi untuk membangun dan mengelola pabrik pengolahan bambu di tingkat desa guna menciptakan produk-produk yang memiliki nilai tambah. Model Desa Bambu ini memastikan bahwa industri bambu yang dibangun adalah industri yang berbasis rakyat.
Provinsi Nusa Tenggara Timur, terutama Kabupaten Ngada, telah menjadi titik utama upaya YBL dalam mewujudkan industri bambu yang berbasis rakyat. Berkat dukungan kuat dari Pemerintah Provinsi NTT di bawah arahan Bapak Gubernur Victor B. Laiskodat, upaya mewujudkan mimpi itu telah mengalami percepatan dan penguatan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Dukungan ini menguatkan upaya YBL untuk mengeksplorasi model Desa Bambu sebagai wahana untuk memberdayakan perempuan serta generasi muda. Eksplorasi lainnya yang sedang dikerjakan adalah menggunakan model Desa Bambu untuk memberdayakan Masyarakat Adat yang tinggal di sekitar Kawasan Konservasi.
Selain di NTT, YBL juga menjalankan program di Bali dan Jawa Timur, yang berfokus pada rehabilitasi dan pelindungan Daerah Aliran Sungai, serta di Kalimantan dan Sulawesi. (Red01)