Ende, Savanaparadise.com, Bupati Timor Tengah Utara (TTU) Raymundus Sau Fernandez bertekad memerangi human trafficking (Perdagangan Orang) di Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal itu merupakan niat murni karena panggilan nurani sehingga dia rela berkeliling dari desa ke desa untuk menyadarkan masyarakat tentang perdagangan orang.
“Banyak isteri tinggalkan suami dan suami tinggalkan isteri hanya untuk menjadi TKW dan TKI kemudian pulang dengan HIV dan AIDS,” kata Raymundus saat membahas penanganan buruh migran di ruang Redaksi Harian Umum Flores Pos, Kamis (3/11).
Dalam diskusi itu, Bupati TTU dua periode ini menyeringkan pengalaman dalam menangani masalah buruh migran melalui Koalisi Gereja Peduli Migran Perantau, antara lain TKI atau TKW dan masalah human trafficking (perdagangan orang) yang marak di Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini.
Kedatangan Bupati Raymundus ke Kantor Harian Umum Flores Pos didampingi isteri, Nyonya Kristiana Muki Fernandez disambut oleh Redaktur Pelaksana Flores Pos Pater Avent Saur, SVD dan beberapa staf redaksi Flores Pos.
Hadir dalam diskusi itu, Koordinator Sosial Serikat Yesus, Romo Beny Hari Juliawan SJ, Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Masyarakat NTT Kasimirus Bara Bheri, dan Koordinator Koalisi Gereja Peduli Migran Perantau NTT yang juga Kepala Desa Ranggatalo, Kecamatan Lio Timur, Kabupaten Ende Irminus Deni.
Bupati Raymundus menegaskan, pemerintah berperan besar untuk menangani para buruh migran dari keberangkatan sampai mereka pulang bahkan sampai mereka memiliki usaha di kampung mereka. Menurutnya, ada mafia besar dalam buruh migran dan dirinya menyatakan siap memberantas mafia ini.
“Kasus human trafficking semakin meningkat dan dalam tiga bulan terakhir adan tiga korban buruh migran asal TTU yang meninggal di Malaysia. Saya sangat prihatin dengan kasus kematian di negeri Jiran tersebut sehingga mendorong saya untuk gencar melakukan sosialisasi tentang kasus human trafficking,” katanya.
Salah satu korban TKW di Malaysia, adalah Dolfina Abuk yang meninggal dengan kondisi tubuh peuh jahitan. Melihat kondisi jasad Dolfina Abuk ini, Bupati Raymundus langsung bertindak tegas untuk membentuk tim khusus demi mengusut tuntas kasus ini dan menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Selanjutnya Bupati Raymundus mengungkapkan, dalam upaya untuk memerangi human trafficking, ada banyak tantangan muncul. Dirinya pernah diancam untuk dibunuh dan ditawarkan sejumlah uang. Namun karena komitmennya pada kemanusiaan dan kecintaan pada rakyatnya, bupati tidak takut dan gentar dengan semua ancaman dan menolak sejumlah tawaran meskipun sangat menggiurkan.
“Untuk memerangi human trafficking tidak mudah. Banyak tantangan dan godaan. Saya pernah diteror dan ditawarkan sejumlah uang. Namun saya tidak takut dan tergiur dengan semua tawaran itu. Hanya satu komitmen saya, saya lakukan semua ini karena rasa cinta dan keselamatan rakyat saya,” ujar Raymundus.
Ia menjelaskan, ada sejumlah solusi dilakuka untuk menyiapkan tenaga kerja berkualitas yang siap untuk dengan baik, salah satu satunya dengan membangun balai latihan kerja (BLK). Timnya mendata sejumlah tenaga kerja yang berminat dan mereka dilatih secara intensif oleh instruktur yang berkompeten di bidangnya.
Bupati Raymundus juga berkoalisi dengan Gereja untuk memberikan penyadaran dan bimbingan rohani kepada para tenaga kerja. Bupati berharap, mudah- mudahan dengan adanya BLK ini, di tahun 2018 mampu menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan juga siap secara mental.
Koordinator Sosial Serikat Yesus, Romo Beni Hari Juliawan SJ dalam diskusi tersebut juga menjelaskan, sosialisasi tentang migrasi ini harus berawal dari desa. Menurutnya, desa merupakan awal dan akhir proses migrasi.
Menurut Romo Beny, dibutuhkan komitmen bersama dan tegas untuk menangani buruh migran ini. Masalah buruh migran ini banyak terjadi di NTT. Karena itu NTT merupakan daerah yang menjadi fokus untuk memerangi masalah buruh migran ini.
“Kami punya koneksi dengan rumah perlindungan Kementerian Soial (Kemensos). Setiap kali ada TKI yang dideportase ditampung di Kemensos, kebanyakan orang NTT. Hampir sebulan sekali ada korban. Fokus untuk memerangi masalah buruh migran ke NTT ini, awalnya bersifat emosional. Kenapa NTT selalu jadi korban? Masalah buruh migran tidak akan selesai kalai hanya omong. Butuh komitmen bersama dan tindakan nyata dan tegas. Dan peran media sangat vital dalam menangani masalah ini,” kata Romo Beny.
Redaktur Pelaksana Flores Pos, Pater Avent Saur SVD mengatakan, media Flores Pos dalam menjalankan tugas jurnalistiknya selalu berpihak pada nilai seperti nilai kemanusiaan dan keadilan. Karena itu, keberpihakan terhadap orang kecil adalah sebuah kewajiban moral dan misioner.
“Selama ini, Flores Pos selalu memberitakan masalah dan penanganan masalah migran. Dengan begitu, masyarakat dicerahkan untuk memikirkan secara bersama masalah ini,” ujarnya.
Menurut Pater Avent, Flores Pos juga mendukung pelbagi pihak, baik kelompok sosial maupun pemerintah dalam pelbagai upaya pembangunan di daerah. Namun dukungan itu dilakukan secara kritis sehingga media tidak terjebak dalam kongkalikong, sebaliknya mengedepankan nilai. (Dis Amalo)