Kupang, Savanaparadise. Com, -Beberapa orangtua Siswa Sekolah Dasar Katolik (SDK) Naikoten II mendatangi Kantor Yayasan Swastisari (Yaswari) untuk mempertanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan keberlangsungan pembelajaran di sekolah itu.
Adapun beberapa hal yang disampaikan dalam pertemuan dengan Sekertaris Eksekutif Yaswari KAK, Romo Deken (RD) Arkadius Manek, yakni persoalan guru kelas I yang masuk dalam kategori sakit masih tetap dipertahankan menjadi wali kelas sementara dalam seminggu hanya masuk sekolah paling banyak 3 hari.
Salah satu orangtua siswa, Maria Margaretha menuturkan bahwa pihaknya telah mendapati beberapa persoalan disekolah itu sehingga pada Kamis, 23 Januari 2020 ini untuk kedua kalinya mendatangi Yaswari.
“Kita datang kesini untuk mendapatkan penjelasan soal penempatan guru kelas yang tidak mempertimbangkan frekuensi guru masuk sekolah karena sakit. Selain itu berkaitan dengan pemindahan Guru kelas IV dari SDK St. Yoseph II ke sekolah lain,” tandasnya.
Selain itu, SD tersebut juga dipersoalkan belum diakreditasi, padahal menurut orangtua siswa bahwa jadwal Akreditasi untuk SDK St Yoseph Naikoten II adalah pada bulan September lalu. Mereka menilai, kinerja kepala sekolah buruk sehingga tidak mengambil kesempatan itu untuk akreditasi.
Sementara orangtua siswa lainnya, Telda Fanggidae menuturkan bahwa selain beberapa persoalan yang disampaikan nrekannya, ada pula masalah pembiaran kepada siswa-siswi kelas II untuk berkeliaran di luar kelas pada saat jam mengajar.
“Ini termasuk sekolah favorit dan mahal, tapi kesannya kurang memperhatikan hal-hal seperti ini. Apa lagi berkaitan dengan pemindahan guru berprestasi ke sekolah lain membuat kita berpikir lagi untuk sekolahkan anak disana. Kalau sekolah ini tidak segera dibenahi oleh yayasan maka akan sangat banyak orangtua siswa yang pindahkan anaknya dari sekolah itu. Karena bayar mahal tapi kondisinya saat ini masih tidak stabil,” tandas Telda.
Telda sendiri mengaku dirinya tidak puas dengan jawaban dari Sekertaris Eksekutif Yaswari KAK, Romo Arkadius Manek, sebab baginya semua pertanyaan orangtua siswa tidak mendapatkan solusi dan jawaban yang sifatnya final.
“Semua masih dijawab dengan mengambang oleh Romo Arki. Kami juga ingin anak kami dapat pelayanan pendidikan yang baik disana,” tuturnya.
Menurutnya, Persoalan pemindahan Guru Kelas IV, Stefani Bulu Manu turut mengganggu proses belajar di sekolah itu, sebab kesannya dilakukan sepihak oleh kepala sekolah dan pada akhirnya menimbulkan gesekan yang hingga saat ini tidak diselesaikan secara baik oleh Yayasan Swastisari.
“Tadi kita tanya soal itu, tapi Romo Arki bilang sudah beres, tapi kita tanya saat itu pembahasannya bagaimana karena persoalan ini masih terus berlangsung disana, ternyata pihak yayasan tidak melakukan pemanggilan para pihak termasuk kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan komite. Hanya ibu Stevie yang dipanggil, jelas hanya bisa dengar sepihak dan akan terus jadi polemik,” tuturnya.
Dia mengancam, jika persoalan ini masih belum segera dibenahi bersama antara yayasan dan sekolah maka dirinya akan memindahkan anaknya dari sekolah itu. Dirinya meyakini bahwa bukan hanya dirinya saja yang akan pindahkan anaknya dari sekolah itu, tetapi akan banyak karena membayar biaya mahal tapi ilmu yang diperoleh tidak sesuai dengan besaran biaya yang dikeluarkan.
Meti Afoan juga membenarkan bahwa biaya pendidikan di sekolah itu mahal, namun baginya jumlah biaya bukan persoalan sangat berat sebab dirinya mengharapkan anaknya menimbah ilmu yang memuaskan dari sekolah itu.
“Di sekolah itu juga ada tagihan uang drum band dan uang Pramuka, sebesar Rp.100 ribu tapi sampai saat ini tidak ada drumband dan kegiatan Pramuka sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler,” pungkasnya.
Dia juga menyampaikan bahwa persoalan guru kelas I yang sakit dan hanya masuk sekitar tiga kali dalam seminggu, jawaban kepsek akan menghandel kelas I namun kenyataannya tidak pernah dilakukan oleh kepala sekolah. “Ini kan percuma kami masuk sekolah mahal tapi tidak full pelajaran,” pungkasnya juga.
Dia membeberkan bahwa saat ini orangtua siswa membayar biasa SPP berdasarkan kategori. Masing-masing kategori berbeda nominal yang harus dibayar, mulai dari Rp.200 ribu, Rp.210 ribu hingga Rp.220 ribu per bulan.
Sedangkan untuk biaya pembangunan sebesar Rp 3,5 juta. “Sekarang kita belum mau bayar semua biaya pembangunan karena sampai anak-anak kami mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik tanpa kisruh di sekolah. Kalau tidak kunjung habis juga kami pindahkan anak kami,” tegasnya.
Sementara sekretaris Eksekutif Yayasan Swastisari RD. Arki, yang ditemui media ini menyampaikan agar media jangan dulu mempublikasikan masalah ini.
Namun dirinya mengklarifikasi bahwa apa yang diresahkan oleh orangtua siswa hanyalah masalah teknis, sehingga solusinya meminta para orangtua siswa agar bersabar dan merekomendasikan untuk melakukan rapat bersama dengan komite dan pihak sekolah.
“Kami menunggu hasil dari rapat orangtua siswa dan sekolah baru kami mengambil langkah-langkah selanjutnya,” kata RD. Arki.
Sedangkan kepala sekolah SDK Santo Soyep Naikoten 2, Maria Kala membanta segala tuduhan dari orang tua murid. Ia mengaku menyayangkan sikap orang tua murid yang tidak pernah ada pemberitahuan ke sekolah tetapi langsung menghadap yayasan
“Maaf, saya heran kenapa ko orang tua murid itu saya tidak tahu. Kenapa mereka tidak pernah datang protes di sekolah tapi langsung di yayasan, ortu murid itu ko saya tidak tahu,” ujarnya.
“Soal pengumpulal uang Rp.100.000 itu kami ada bukti drumband 1 set,” katanya sambil menunjukan 1 set drumband di gudang Sekolah(Tim)