Oleh: Vinsensius Sangu (Ketua DPC GMNI Cabang Ende Periode 2007-2009)
Saya mengenal Bung Wempy Hadir (WH) saat Bersama di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ende. Pendidikan SD dan SMP diselesaikannya di Kabupaten Manggarai. Sedangkan SMA dan Diplomanya di Kabupaten Ende, Flores – NTT.
Beliau masuk GMNI tahun 2005 melalui Komisariat Akademik Bahasa Asing (ABA) St. Marry Ende. Sebagai organisasi perjuangan dan pengkaderan, Bung WH diberikan tugas dan tanggung jawab dari organisasi diantaranya menjadi koordinator lapangan saat menggelar aksi damai, mewakili GMNI menghadiri acara – acara resmi yang diundang, dan menjadi ketua panitia pelaksana pada seminar nasional dengan tema ‘Bung Karno, Ende dan Pancasila : Sejarah Yang Terlupakan’.
Seminar ini diselenggarakan pada tanggal 31 Mei 2007 sebagai langkah politis GMNI Cabang Ende untuk mendorong negara menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari Lahir Pancasila dan di Kabupaten Ende sendiri diperingati khusus sebagai hari bersejarah. Seminar ini menghadirkan narasumber dari tingkat nasional yakni, staf Ahli Menpora Pak Viktus Murin, Gubernur Provinsi NTT Pak Frans Lebu Raya, Wakil Bupati TTU Raymundus Sau Fernandez dan para narasumber lokal di kabupaten Ende, yang kredibel dan terpercaya terutama tentang sejarah panjang Bung Karno selama menjalani masa pengasingan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda di Ende pada tahun 1934 – 1938.
Sebagaimana sejarah yang tak terungkap, Bung Karno saat kunjungan perdanaya sebagai Presiden Republik Indonesia ke Ende, Flores – NTT pada tahun 1952, dihadapan ribuan rakyat Flores yang menyambutnya, Bung Karno mengakui Konsepsi dasar negara Indonesia merdeka yakni Pancasila, beliau matangkan di Ende, dibawah pohon sukun (yang kini telah menjadi situs sejarah) dan diungkapkan pertama kali pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia – BPUPKI).
Karena itu, Bagi GMNI, Ende adalah embrio dan Jakarta adalah rumah sakit, tempat dilahirkannya Pancasila, dan Bung Karno adalah Ibu sekaligus sebagai dokter yang menghadirkan Pancasila ke tengah dunia, untuk Indonesia Raya.
Selain menjalani tugas rutin organisatoris, bung WH juga dipercayakan menangani tugas-tugas lain yang strategis, kalau aktivitas itu bersinergi dengan GMNI, salah satunya adalah kegiatan penelitian atau survey baik terhadap kepuasan kebijakan publik maupun survey untuk mengetahui tingkat elektabilitas politik untuk partai politik dan kandidat di mata publik. Lembaga Survey Indonesia, Lingkaran Survey Indonesia, Losta Instsitue Survey, Syaiful Mujani Institute adalah lembaga-lembaga survey yang akrab dengan GMNI NTT dan menjadi tempat bagi bung WH belajar sekaligus merangsang jiwanya menjadi peneliti.
Dan sekali lagi, setiap tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada Bung WH, beliau selalu tunaikan dengan sempurna. “Uang dan materi bukanlah tujuan utama tapi bagaimana kita bisa belajar dan meningkatkan kapasitas setiap kesempatan dan kepercayaan itu datang menghampiri kita” ujar WH saat diskusi santai disuatu kesempatan, usai tunaikan tugas survey.
Potensi sumber daya manusia dan kepemimpinan pada diri Bung WH telah nampak pada radar senior-seniornya. karena itu beliau salah satu kader yang dipersiapkan oleh GMNI Cabang Ende untuk melanjutkan tugas-tugas organisasi terutama dipersiapkan menjadi Ketua DPC GMNI Cabang Ende dan dipersiapkan pula masuk jajaran Presidium GMNI pusat di Ibu kota Negara, Jakarta. Begitulah mimpi kami saat itu tentang bung WH. Namun impian kami ini sempat membuat kami kecewa.
Dipertengahan tahun 2008, Bung WH memutuskan untuk hijrah ke Ibu Kota Negara, melanjutkan pendidikan S1 dan mencari kerja demi membiayai pendidikan bagi adik-adiknya. Alasan yang logis, rasional dan tak terbantahkan. Kami pun mengamini akan sikap yang diambilnya. Sebagai senior, kami terus mengikuti gerak langkah Bung WH melalui komunikasi, karena kami sungguh percaya, bung WH memiliki potensi yang luar biasa akan mampu menjadi pemimpin dan dapat duduk sejajar dengan para pemimpin, pemikir, dan pejuang demokrasi lainnya di tanah air.
Kongres GMNI di Kinasih Bogor pada tahun 2009, tanpa sepengetahuan Bung WH, DPC GMNI Cabang Ende mempersiapkan beliau untuk masuk jajaran Presidium GMNI periode 2009 – 2011, namun ketika beliau tau akan rencana kami ini, buru-buru beliau meminta kami mengurungkan niat ini. “Maaf senior, saya belum layak masuk Presidium. Saya bukan dari Ketua Cabang (Ketua DPC GMNI). Kapasitas (SDM) saya lemah. Saya belum selesai studi S1 dan saya juga punya kerjaan untuk membiayai hidup saya dan adik-adik” demikian penjelasan bung WH. Terjadilah diskusi yang alot dan panjang untuk meyakinkan bung WH agar berkenan menerima kepercayaan organisasi, menjadikan beliau masuk jajaran pengurus Presidium GMNI Pusat. Tapi bung WH tetap pada sikapnya, belum bersedia masuk Presidium GMNI. Dan kami menghormatinya walaupun kecewa.
Tidak ingin dikecewakan lagi oleh Bung WH, maka sebelum Gong Kongres GMNI di Balikpapan – Kalimantan Timur tahun 2011 ditabuh, kami sudah lebih dahulu membangun komunikasi dengan Bung WH untuk sekali lagi mendorongnya masuk jajaran Presidium GMNI Pusat. Bung WH menjawab komunikasi kami “Ijin senior, saya mau fokus kerja dan mau menikah. Maaf senior, mohon carikan kader yang lain saja untuk masuk Presidium GMNI Pusat”. Bung WH pun menyodorkan beberapa nama kader GMNI Cabang Ende yang menurutnya layak didorong masuk jajaran Presidium periode 2011 – 2013.
Sedikitpun kami tidak bergeming dengan alasan dan nama-nama pengganti yang disodorkan oleh bung WH. Tekad kami bulat, bung WH harus masuk Presidium GMNI Pusat sekalipun hanya tempel nama, asal dalam lembaran sejarah GMNI, ada kader dari GMNI Cabang Ende yang masuk jajaran Presidium GMNI Pusat. “Ingat Bung! Dipundak mu, harapan dan cita-cita GMNI Cabang Ende diletakkan. Kamu bukan sekedar Wempy Hadir, tapi kamu adalah jalan untuk generasi Marhaenis dan jembatan untuk kaum Marhaen Flores!” tegasku pada bung WH.
Beliau tak membantah, Kongres tetap berjalan. Sampai acara kongres selesai, Bung WH tidak menampakkan wajahnya di arena Kongres. Namun sikap kami bulat, atas seijin kawan – kawan utusan DPD dan DPC GMNI se-NTT, nama Bung WH juga diusulkan masuk dalam 13 Nama jajaran Presidium GMNI Periode 2011 – 2013. “Siap senior, adik laksanakan tanggung jawab dan kepercayaan yang berikan.” Kata Bung WH beberapa saat menjelang pengukuhan Presidium GMNI. Bangga mendenggar jawaban kader yang siap – setia menjalankan tugas organisasi. Berani meninggalkan zona nyaman dan masuk pada medan baru, untuk menjalani tugas perutusan yang besar dan penuh tantangan.
Sebagai saudara dan sahabat, kami terus mengikuti perkembangan Bung WH. Mengingat, beliau lulusan D2 dari kampus di kampung, berbekal pendidikan S1 yang barusan diraihnya, dikuatirkan sulit berdinamika dalam tugas-tugas mulia organisasi, karena itu kami pun mendorongnya untuk melanjutkan studi ke jenjang strata dua. Bung WH pun dengan mantap menjawab cita-citanya melanjutkan studi sudah bulat, Universitas Indonesia adalah targetnya menjadi kampus untuk dia lanjutkan studinya. Saya pun memancingnya dalam nada canda, “Bung Karno itu, Dinamika, Dialektika dan Romantika jalan beriringan, bagaimanakah dengan perkembangan ibu kota negara?”. Bung WH tahu arah pertanyaan saya, dan menjawab “Cinta mudah di dapat tetapi cita-cita itu butuh perjuangan. Saya sudah memutuskan berhenti bekerja, tunda menikah dan fokus jalankan tugas perutusan mengurus GMNI bang”.
Jawaban yang bikin haru sekaligus bangga. Terharu karena Bung WH mau meninggalkan zona nyaman dan siap menerima risiko yang bakal dihadapinya serta bangga dengan sikapnya yang siap menjalankan tugas dan tanggungjawab organisasi dengan sepenuh hati. Terakhir, saya mendapatkan kabar, sang kekasih hati yang lama dibinanya batal dinikahinya. “Organisasi jauh lebih penting bang, dari pada pacar” jelas bung WH suatu ketika melalui saluran telpon.
Kongres GMNI di Blitar 2013 silam, Bung WH kembali dipercayakan masuk dalam jajaran Presidium GMNI periode 2013-2015. Bagi kami sahabat-sahabatnya, kembali masuknya Bung WH dalam jajaran pengurus Presidium hasil kongres Blitar 2013, menunjukan kualitas Bung WH tidak diragukan dan mampu menjalankan tugas-tugas organisasi bersama kawan juang lainnya yang juga masuk dalam kepegurusan Presidium GMNI. Kader yang lahir dan besar dari kampung, merintis jalan pendidikan dasar hingga pendidikan diploma, memulai mengenal dan berdinamika didunia aktivis dari kampung, tidak membuat Bung WH redup kala bersama kawan-kawan juang di Ibu Kota Negara.
Bersama lembaga peneliti ternama, Bung WH tampil mengisi ruang dan waktu baik sebagai Moderator, Fasilitator maupun Narasumber. Kini, langkahnya makin teguh menjadi peneliti sekaligus sebagai pengamat politik. Gagasan-gagasan bernas, ide-ide brilian, yang sistematis, terukur, dan berlandaskan pada teori-teori dan keilmuan, berbasiskan kajian dan data-data, meyakinkan kami bahwa Bung WH adalah seorang pemikir dan pejuang demokrasi yang tangguh dan berkarakter.
“Saya ingin punya lembaga peneliti sendiri bang”. Kata WH saat berdiskusi ringan di Jakarta pada Awal Oktober 2019 silam. Sebagai sahabat dan seniornya, saya memberikan dukungan untuk Ia wujudkan cita-citanya mendirikan Lembaga riset sendiri, untuk dia aktualisasikan kemampuan dirinya dan mewujudkan cita-cita luhur akan ideologi yang dianutinya dalam membela kaum lemah dan memajukan demokratisasi, tentu lembaga penelitian dan menjadi pengamat politik adalah alat perjuangan yang tepat baginya melanjutkan titah perjuangannya sebagai seorang aktivis yang berkarakter Marhaenis ini.
“Ijin Bang, saya sudah punya lembaga survey sendiri, namanya SurveyLink Indonesia (SULINDO) dan saya sebagai Direktur Eksekutifnya Bang”. demikian isi Whatsapp Bung WH yang masuk di HP saya, di awal Juni 2021. “Tekun jalaninya, jaga independensi, integritas dan profesionalisme baik diri sendiri, tim kerja maupun lembaga yaaaa” balasku melalui Whatsapp kepada Bung WH.
Sekalipun nama Bung WH sudah menghiasi layar kaca televisi nasional, memenuhi media-media ternama, menjadi perbincangan banyak orang, singkat kata Bung WH telah menjadi orang penting di ibu kota Negara – itu biasa kami menyapanya, namun Ia tetap ingat akan akar dan tempat dimana ada tapak-tapak ziarah hidupnya dilalui. Entah itu teman bermain waktu kecil, entah itu teman sekolah, entah itu teman perjuangan waktu aktivis mahasiswa, entah itu sahabat – kenalan, bung WH selalu menyapa dan bahkan selalu Ia tanyakan kepada kami saat bertemu dan berdiskusi santai. Bung WH adalah sosok yang sangat rendah hati, santun, dan tidak lupa akan sahabat dan kenalan yang pernah bersamanya baik dalam untung maupun malang.
kesempatan terakhir bertemu Bung WH adalah Januari 2021. Banyak hal kami diskusikan. Mulai dari organisasi GMNI, urusan politik, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, riset dan bahkan agenda-agenda pribadi kami sebagai kakak-beradik, dan saudara satu nafas ideologi kami bahas. Ide dan gagasan begitu mengalir dan muncul pada obrolan itu. Tapi bila masuk pada tema-tema spesifik, saya menjadi mahasiswanya untuk mendengarkan uraiannya. Saya sungguh mengaguminya yang begitu luar biasa dalam loncatan pencapaian kapasitas intelektualnya. Saya percaya, Bung WH menjadi salah satu tokoh intelektual masa depan pertiwi yang lahir dari negeri Flores. Tak kunjung habis, saya mendapat tempat istimewah bagi Bung WH. Selalu diberikan hadiah buku-buku baru dan buku-buku yang saya butuhkan. Baik yang diberikan langsung maupun dikirimkan kepada saya di Ende – Flores melalui agen pengiriman yang ada.
“Ini bang buku tulisan sahabat dekat saya sendiri. Dia orang muda yang cerdas. Saya banyak belajar dari beliau. Saat ini sedang melanjutkan pendidikan Doktornya di Negeri Rusia”. Bung WH memperkenalkan sosok orang yang belum saya jumpai dan menyerahkan buku berjudul ‘RESTORASI Rekonstruksi Menuju Keberadaan Politik’ tulisan Eduardus Lemanto.
Tak sadar waktu sudah larut malam, kami harus bergegas mencari rumah makan – cukup untuk mengisi ruang tengah. Rumah makan favorit kami adalah lesean di pinggir jalan. Menu ikan lele, telur dan tahu menjadi sajian istimewa ala kami anak Marhaen. “Prinsip hidup ini bang, Uang bukan menjadi tujuan utama. Teguh pada Idealisme, kokoh pada ideologi dan jelas warnamu apa? Saya adalah Nasionalis. Kita harus bisa menjadi bagian dari sejarah walaupun kecil kadarnya dan hidup ini harus bermakna bagi yang orang lain” ujar bung WH.
Bagaikan petir di siang bolong! Jumat 23 Juli 2021, pukul 20.16 wita, sebuah pesan whatsapp masuk di Grup Alumni GMNI Flores dari abang Sakri (Klementinus Rahmat Pedu Sakri – Presidium GMNI tahun 1999 – 2002) menanyakan kabar pada semua anggota Grup dan mengirimkan foto hasil screenshoot dari halaman Facebook akun bernama Unchu Lalon’k yang berisikan foto Bung WH disertai kalimat “Selamat Jalan Kae Momang…Rip kae Wempy Hadir…”. Dan informasi yang dibagikan Senior Sakri ini, dibenarkan oleh kawan – kawan yang ada di kota Ruteng. Bung WH menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah Ben Mboy Ruteng, Flores – NTT.
Bagi kami, Bung WH dikenal sebagai sosok yang cerdas, santun, rendah hati, tulus dan sangat bertanggung jawab setiap tugas yang dipercayakan kepadanya. Ia adalah anak muda yang energi dan pejuang tangguh, tak kenal lelah berjuang membela kaum lemah dan ikut menegakkan demokrasi dibawah panji suci Marhaenisme. Sang bintang dari Timur itu telah pergi selamanya. Tuhan, terlalu cepat Engkau memanggil dia! Kami sungguh kehilangannya.
Dia adalah obor sekaligus matahari bagi kami. Berilah istirhat kekal – abadi bagi jiwanya di rumah keabadianMu di surga. Selamat jalan adik, selamat jalan sahabat Juang, selamat jalan kader, jagalah dan dampingilah selalu kami semua yang masih berziarah di dunia fana ini, untuk terus berkarya dan mewujudkan cita-cita suci Revolusi 17 Agustus 1945. Selamat berpisah – sampai jumpa dirumah Bapa di Surga.
Merdeka…!!!