Kupang, Savanaparadise.com,- Kementerian Pertanian diminta untuk menyiapkan teknologi pertanian yang bisa menjawabi kondisi ilklim NTT yang mana sumber airnya sangat minim. Sehingga dengan keterbatasan sumber air, bisa memproduksi hasil pertanian dalam jumlah maksimal.
Gubernur Frans Lebu Raya sampaikan ini ketika membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Kementerian Pertanian di Kupang, Selasa (2/8). Kegiatan yang dihadiri para Dandim se- NTT, Dinas Pertanian se- NTT dan instansi terkait lainnya ini mengambil tema “Cari Air dan Panen Air, Distribusi serta Pemanfaatannya untuk Irigasi Pertanian dalam Rangka Mendukung Upaya Khusus (Upsus) Swasembada Pangan di Provinsi NTT.”
Lebu Raya mengatakan, sejak lama NTT sudah dikenal sebagai daerah kering dan tandus. Walau demikian, tidak ada satu pun yang mati kelaparan karena kondisi iklim seperti itu. Potensi air yang minim di NTT menjadi persoalan tersendiri di bidang pertanian. Karena itu, perlu dibuat terobosan dengan menyiapkan teknologi pertanian untuk menghasilkan benih yang cocok dengan karakteristik NTT.
“Sehingga dengan air yang terbatas untuk menyirami tanaman pangan, bisa menghasilkan total produksi yang maksimal,” kata Lebu Raya.
Pada kesempatan itu, ia menyebutkan sejumlah permasalahan yang dihadapi NTT hingga saat ini, yakni semakin sempitnya luas seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk NTT yang sudah mencapai angka 5 juta lebih jiwa. Keterbatasan sumber air baku untuk kepentingan irigasi. Banyaknya jumlah penyuluh dari berbagai unsur di desa yang belum bersinergi satu dengan lainnya. Padahal sasaran kerja para penyuluh adalah padamasyarakat yang sama.
Lebih lanjut Lebu Raya sampaikan, untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air, pemerintah pusat telah menargetkan untuk membangun tujuh waduk di NTT. Diharapkan pada tahun 2019 mendatang, ketujuh waduk itu sudah selesai dibangun. Selain itu, perlu juga dibangun embung- embung untuk menampung air di musim penghujan. Ini juga sebagai bentuk dari kegiatan panen air sebagaimana tema yang diangkat dalam kegiatan FGD kali ini.
“Kita dorong agar desa melalui dana alokasi desa (ADD) bisa membangun embung berskala kecil. Dana yang ada tidak boleh difokuskan hanya pada pembangunan infrastruktur jalan yang bisa saja tidak dilalalui kendaraan,” ungkap Lebu Raya.
Sementara itu, Ketua Panitia Penyelenggara FGD yang juga Staf Ahli Bidang Infrastruktur Pertanian Kementerian Pertanian, Ani Andayani menguraikan, faktor terpenting dari keberhasilan program upsus swasembada pangan adalah ketersediaan air untuk pertanian. Dimana, keberadaan air tersebut tidak mungkin disubstitusi oleh input apapun. Air menjadi faktor kunci suksesnya upsus di NTT dalam kaitannya dengan luas tambah tanam sebagai target pencapaian swasembada pangan.
Ia mengatakan, kendala yang dihadapi NTT adalah tidak mendapatkan peluang bulan basah pada Juli sampai September. Untuk mengatasi permasalahan ini, perlu dicari sumber air alternatif yang dapat menggantikan kekurangan sumber air permukaan terutama pada pertanian lahan kering. Alternatifnya adalah sumber air yang berasal dari air tanah. Kemtahaenterian Pertanian melalui staf ahli bidang infrastruktur mencoba meramu suatu mekanisme pemanfaatan sumber air tanah tanah untuk diupayaterapkan di NTT.
“Kita coba memetakan sebara dan potensi sumber air di wilayah NTT untuk irigasi melalui sebuah FGD tahap VI yang digelar in,” ujar Ani.
Ia menambahkan, kegiatan FGD VI ini dimaksudkan sebagai referensi tim Infrastruktur pertanian untuk membangun pemahaman teknis dan penyusunan strategi persiapan serta perencanaan yang matang dalam pemanfaatan sumber daya air tanah. Hal ini dilakukan secara efektif dan efisien dalamr angka mensukseskan pelaksanaan upsus swasembada pangan di Provinsi NTT.(SP)