Kupang, Savanaparadise.com,- DR. Chris Boro Tokan, SH, MH menilai perpustakaan harus menjadi bagian dari setiap anak manusia untuk menemukan Tuhan. Alam semesta sebagai makrokosmos, manusia sebagai mikrokosmis, yang dapat dikaji dalam hubungan sebab akibat, saling dialektik. Pengkajiannya tentu melalui kegiatan manusia: perenungan tentang keberadaannya dalam relasionalnya dengan sesama manusia dan alam semesta. Berproses pengetahuan manusia memunculkan kekuatan daya ingat, kemampuan berabstraksi, yang puncaknya bertrasendensi, yakni ber-Tuhan.
“Pengetahuan manusia ini, antara lain terbantu melaui Perpustakaan. Karena perpustakaan itu sendiri sesungguhnya sisi lain keberadaan dunia ide dalam relevenasi logis dengan gagasan Plato tentang setiap kehidupan nyata manusia adalah pengulangan saja dari dunia ide. Ide itu menurut Plato sesungguhnya sebagai suatu dunia yang sempurna dari alam sana (alam lain: alam jiwa, alam keilahian),” tandas Boro Tokan saat tampil sebagai pembedah dalam acara Bedah Buku Alkisah Bapusda NTT di aula lantai I Bapusda NTT Jalan Tompello No 1 Kota Kupang, Rabu (30/09/2015).
Menurut dia, sejak didokumenkan berbagai gagasan dan temuan melalui karya tulis yang dipustakakan sampai sekarang dan untuk masa yang akan datang, telah membantu diketahui atau ditemukan “dunia ide” dalam perpustakaan. Dunia ide yang ditemukan dalam perpustakaan, tentunya saling dialektik dengan “dunia ide” yang ditemukan melalui perenungan dan pikiran manusia dengan mengandalkan kekuatan daya ingat menurut Plato. Sedangkan menurut Aristoteles kata dia diistilahkan dengan kemampuan berabstraksi dalam melihat suatu benda atau materi yang tercakup dalam suatu benda itu aspek forma dan aspek materi.
“Karena itu, perpustakaan harus menjadi “rumah ibadah” bagi para ilmuwan dan para pelajar. Karena melalui buku setiap anak manusia menemukan Tuhan,” tegasnya dan menambahkan, “perpustakaan juga membina watak, kharakter dan identitas setiap anak manusia.” Jelasnya.
Di tempat yang sama pembedah dari aspek ilmu perpustakaan, Drs. Dedi Supiyadi, M.Ikom mengkritik judul harus bisa menggambarkan isi yang ada di dalam buku. “Terminologi kata Bapusda tidak menggambarkan pengertian atau pemaahaman dari para pembaca. Kan pembaca kita tidak hanya berada di NTT. Tidak semua orang mengerti akronim Bapusda,” tegas Dedi yang juga Kepala Sub Bagian Deposit Bahan Pustaka Badan Perpustakaan Daerah Provinsi NTT.
Sedangkan editor / penyunting Valerius P. Guru, S.Sos menjelaskan, Buku Alkisah Bapusda NTT ini merupakan bagian dari upaya untuk mengetahui asal dan kisah tentang keberadaan perpustakaan; baik perpustakaan dunia, perpustakaan di Indonesia maupun perpustakaan di lingkup Provinsi NTT.
“Alkisah dalam kamus bahasa Indonesia dipakai untuk memulai sebuah cerita atau hikayat. Karena itu, ini karya hanya sebuah cerita. Cerita tentang perpustakaan. Sehingga bagi setiap orang yang membacanya dapat mengenal dan mengetahui serta mencintai perpustakaan. Perpustakaan tidak lagi dilihat dengan sebelah mata. Perpustakaan tidak lagi dianggap sebagai tempat air mata,” jelas valeri, apa adanya. (valeri guru/pranata humas bapusda ntt)