Jakarta, Savanaparadise.com– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meluruskan persepsi masyarakat yang seakan menghadap-hadapkan mereka dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) usai pengungkapan kasus penyerangan 11 oknum Kopassus ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Komnas HAM memantau dan menyelidiki kasus penyerangan Lapas karena Lapas adalah lembaga negara. Kami tidak sedang membela preman,” kata Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila, kepada VIVAnews, Selasa 9 April 2013.
“Jadi salah kalau Komnas HAM dianggap membela preman dan tidak membela Kopassus,” ujar Siti.
Ia mengatakan, Komnas HAM sudah memantau kasus penyerangan Lapas Cebongan sebelum TNI mengungkapkan penyerbu Lapas – yang juga menembak mati empat tahanan preman di dalamnya – adalah oknum Kopassus. “Artinya, siapa pun penyerang Lapas, Kopassus atau bukan Kopassus, dia melanggar hukum,” kata Siti.
Padahal Indonesia adalah negara hukum. “Proses hukum harus dihormati. Apalagi Kopassus merupakan alat negara yang seharusnya hormat pada hukum. Alasan apa yang bisa membenarkan tindakan Kopassus menembak tahanan Lapas?” ujar Siti.
Memberi pelajaran kepada para preman yang menjadi tahanan dalam Lapas adalah tugas polisi, bukan TNI. “Pilihannya sekarang, apakah para preman yang meresahkan itu ditembakin saja semua, atau mereka diproses hukum? Jika ingin semua preman ditembak, ya bubar proses hukum. Maka tak perlu ada polisi, jaksa, dan hakim,” kata Siti.
Krisis kepercayaan
Persoalannya kini, ujar Siti, masyarakat sedang mengalami krisis kepercayaan akut terhadap penegakan hukum di tanah air. Oleh sebab itu tindakan Kopassus yang menembak mati tahanan preman seperti mendapatkan “pembenaran” dari sebagian pihak yang jengah dengan maraknya aksi premanisme di tengah masyarakat.
Untuk itu, Siti berpendapat harus ada evaluasi mendasar terhadap aparat kepolisian supaya masyarakat kembali percaya pada proses hukum, bukannya menghalalkan segala cara dan main hakim sendiri.
“Bayangkan kalau semua pakai cara oknum Kopassus kemarin? Anggota polisi dikeroyok preman, polisi balas tembak preman. Anggota TNI AL atau TNI AU berkelahi, satuan mereka balas menembak. Tak ada hukum. Mau jadi negara apa coba?” kata Siti.
Ia meminta semua pihak untuk melihat persoalan penyerangan Lapas Cebongan dengan kacamata yang jernih. “Jangan beri teladan yang tidak benar. Jangan ada pembelaan buta yang tak pada tempatnya. Salah ya salah. Berilah penghargaan pada anggota Kopassus yang menjalankan mandatnya dengan baik, bukan anggota Kopassus yang menyerang lambang dan institusi negara,” ujar Siti.
Seperti diketahui, hasil investigasi TNI AD mengungkapkan serangan ke Lapas Cebongan yang menyebabkan terbunuhnya empat tahanan preman, Sabtu dini hari 23 Maret 2013, dilakukan oleh oknum anggota TNI AD Grup Dua Kopassus Kartosuro. Empat preman itu merupakan pelaku pembunuhan atas Serka Heru Santoso – anggota Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Intel) Kodam IV Diponegoro, dan pelaku pembacokan terhadap mantan anggota Kopassus Sertu Sriyono.
Mantan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IV Diponegoro, Mayor Jenderal TNI Hardiono Saroso, yang kini dimutasi dari jabatannya, menanggapi sinis ucapan Komnas HAM yang menyebut ada kejanggalan dalam pengungkapan kasus penyerangan Lapas Cebongan.
“Komnas HAM dari dulu begitu, selalu nuduh terus. Semua jelek di mata mereka. Tenang saja, saya pasti tanggung jawab. Prajurit mati untuk pemimpin, dan pemimpin mati untuk prajurit,” kata Mayjen Hardiono. Ia pun siap bila namanya terseret dalam proses penegakan hukum terhadap 11 oknum Kopassus di Pengadilan Militer. (umi/vivanews/SP)