Kupang, Savanaparadise.com,- 95 persen anak-anak sekolah Dasar (SD) pada jenjang kelas IV hingga Kelas V di Indonesia sudah menonton konten pornografi di social media. Konten porno ini bebas diakses oleh anak-anak SD melalui perangkat smartphone maupun melalui computer yang terkoneksi dengan jaringan internet.
Hal ini disampaikan oleh asisten Deputy Perlindungan Anak Dalam Situasi Darurat dan Pornografi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, Valentina GInting pada kegiatan diskusi musikal yang melibat anak-anak sekolah di kota kupang. Kegiatan dengan kampanye Berlian (Bersama Lindungi Anak) ini berlangsung di aula Eltari, Selasa, 14/09.
“ jadi kalau kita lihat digoogle itu ya kalau searching konten pornograginya yang sudah ditonton oleh anak—anak itu sampai 95 persen.kalau data dari Bareskrim pada cyber crime hamper 25. 000, IP Address setiap hari mendownload dan meng upload pornografi anak. Bisa dibayangkan setiap hari ada 25.000 IP Address melakukan download pornografi” jelasnya.
Itu bisa dibayangkan betapa bahayanya terhadap prostitusi yang melibatkan anak-anak. Padahal selama ini yang dibayangkan soal prostitusi hanya pada kalangan anak perempuan tapi sekarang juga pada anak laki-laki.
“ ini merupakan kejahatan yang luar biasa pada anak-anak. Pada social media anak-anak itu diperdagangkan,”jelasnya
Untuk meredam hal tersebut dia mengatakan pemerintah melalui kementerian pemberdayaan dan perlindungan anak getol melakukan edukasi melalui diskusi musical. Diskusi musikal dipadukan dengan materi edukasi untuk memberi pemahaman kepada anak-anak untuk mengerti.
“ saat ini komunikasi antara anak dan orang tua kan bisa dilihat. Kita pergi ke restoran atau ada acara keluarga, anak main hand phone, orang tua juga main hand phone. Jadi dunia mereka lebih focus pada hand phonenya ketimbang dengan keadaan sekitarnya,” paparnya.
Fasilator Nasional Program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATMB), Ernesta Uba Wohon mengatakan 38 persen kekerasan seksual berawal dari pertemanan on line.
Program Berlian yang digalakkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merupakan salah satu terobosan untuk anak-anak untuk bisa mendeteksi kekerasan yang mungkin menimpah dirinya.
“ Kampanye memakai musik untuk memudahkan anak-anak untuk mengerti materi kampanye yang disampaikan,” kata Ernesta.
Ernesta berharap para pendidik atau guru di lembaga pendidikan agar membangun komunikasi positif dengan siswa serta membangun mekanisme penegakan hukum bagi pelaku agar menimbulkan efek jera.
“ Perlindungan anak dari kekerasan harus dilakukan secara serentak oleh anak-anak, keluarga, masyarakat, pemerintah dan dunia usaha,” jelasnya.(SP)