Kupang, Savanaparadise.com. Komandan Pangkalan Utama TNI-AL VII/Kupang Laksma TNI Karma Suta mengingatkan para nelayan di daerah ini untuk menghindari penggunaan bom dan potasium saat menangkap ikan guna melindungi terumbu karang dan biota laut lainnya dari kehancuran.
“Saat ini ekosistem terumbu karang di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) terus terancam akibat aktivitas manusia yang merusak karang seperti melakukan penangkapan ikan menggunakan bom dan potasium,” katanya di Kupang, Ahad kemarin.
Danlantamal Suta mengatakan hal itu terkait dengan peran TNI-AL dalam melindungi biota laut, selain menjaga stabilitas keamanan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan Timor Leste dan Australia.
Ia mengatakan upaya menghindari penangkapan ikan di laut menggunakan bom dan potasium itu penting dilakukan, karena hingga akhir 2011, terumbu karang di perairan laut NTT yang rusak serius mencapai 23,5 persen dan yang kondisinya rusak sedang sebanyak 58,8 persen.
“Hasil sharing data dengan lembaga terkait lainnya, baik pemerintah seperti Dinas Perikanan dan Kelautan NTT maupun lembaga swadaya masyarakat menunjukan kondisi demikian, sehingga perlu terus dilakukan kampanye perlindungan dan penyelamatan terhadap terumbu karang,” katanya.
Perlindungan dan penyelamatan ini mendesak mengingat saat ini terumbu karang di NTT yang kondisinya masih baik hanya tinggal sekitar 17,6 persen saja.
Padahal, katanya, dari berbagai operasi dan eskplorasi yang dilakukan di laut diketahui bahwa laut di wilayah perairan ini memiliki biota laut seperti diantaranya keragaman terumbu karang di NTT cukup banyak dan potensinya hampir merata di semua perairan wilayah ini.
“Sayang kalau kekayaan ini rusak akibat kelalaian manusia yang melakukan aktivitas tanpa ramah lingkungan, karena bagaimana pun kelestarian lingkungan selain untuk keselamatan saat ini juga untuk kelangsungan hidup anak cucu di waktu mendatang,” katanya.
“Saat ini ekosistem ini terancam dan kebanyakan rusak karena ulah manusia atau oknum tidak bertanggungjawab dalam mencari hasil laut,” katanya menambahkan.
Dalam aras tingkat dunia, terumbu karang juga makin terancam, dan sebagian besar disebabkan kegiatan manusia.
“Terancamnya terumbu karang ini dianggap sebagai akibat perubahan iklim dan bukan hanya akibat aktivitas manusia yang mengancam dan merusak organisme laut,” katanya.
Ia menyebut dewasa ini, sekitar 75 persen terumbu karang dunia terancam, baik oleh kondisi-kondisi setempat maupun dunia.
Dia mengatakan bahwa ancaman terumbu karang akan terus berlanjut, kecuali ada upaya dilakukan untuk menyelamatkannya.
“Jika gejala itu terus berlangsung, maka proyeksi pada 20 tahun dari sekarang separuh dari terumbu karang dunia akan terkena panas dan menyebabkan pemutihan yang parah,” ujarnya.
Menurut dia, dalam waktu 50 tahun persentase itu akan naik menjadi lebih dari 95 persen. “Diperkirakan paling sedikit seperempat atau paling banyak sepertiga dari semua spesies yang hidup di laut terkait dengan terumbu karang,” katanya.
Hal itu, tambahnya, membuat terumbu karang sebagai jenis hewan yang paling terancam punah di dunia, bahkan lebih terancam punah dibanding katak.
Ia mengatakan saat ini jutaan spesies laut tergantung pada terumbu karang. Terumbu karang sebagai sumber makanan yang sangat penting bagi jutaan orang di seluruh dunia