So’e , Savanaparadise.com,- Angin sejuk menyambut langkah Yusinta Ningsih Nenobahan saat ia menjejakkan kaki di lahan-lahan pertanian Desa Nenometa, Ajaobaki, dan Fatukoto, wilayah pegunungan Mollo yang dikenal akan kesuburannya.
Bagi sebagian orang, kunjungan ini mungkin terlihat biasa. Namun bagi para petani di tiga desa ini, kehadiran sosok muda itu menyimpan harapan. Harapan akan peruubahan yang selama ini tak kunjung datang dari struktur kekuasaan yang lebih tinggi.
Yusinta, tokoh muda TTS yang juga pendiri Yayasan Ningsih Sejahtera (YNS), datang bukan sekadar berlibur. Didampingi suaminya, Aldy Syarief, dan pengurus yayasannya, ia mengamati langsung potensi pertanian di desa-desa yang mayoritas warganiya masih menggantungkan hidup dari tanah dan alam.
“Kalau ini bisa dimaksimalkan, TTS akan sangat maju dan berkembang lewat sektor pertanian dan perkebunan,” katanya dengan nada optimis, saat berdiskusi dengan para petani di Fatukoto.
Mollo adalah wilayah yang tak asing bagi Yusinta. Wilayah itu kaya akan potensi alam. Tanah yang gembur, udara yang sejuk, dan curah hujan yang ideal. Namun kekayaan itu belum banyak berbicara dalam angka statistik kesejahteraan warga.
Sebagian besar petani masih menggunakan alat tradisional. Akses pada pupuk, pelatihan, hingga mesin pertanian modern nyaris tak tersentuh. Dalam situasi ini, Yusinta melihat celah. Bukan sebagai kelemahan, melainkan peluang untuk bertindak.
“Kami tidak ingin datang, lalu pulang tanpa berbuat apa-apa. Kami ingin kembali ke sini lagi membawa seskuatu yang nyata. Supaya waktu kami datang bukan sekadar untuk panen, tapi sudah ada sesutu yang kami wujudkan ,” ujarnya kepada media, Jumat (27/6/2025) sore.
Yang menarik dari kunjungan ini adalah pendekatan partisipatif yang dibawa Yusinta. Ia membuka ruang dialog. Ia bahkan secara terbuka meminta “PR” kepada kelompok tani dan pemerintah desa tentang apa yang paling dibutuhkan saat ini?
Dari diskusi yang berlangsung hangat, Yusinta menanggapinya dengan komiten bahwa dalam tiga bulan, YNS akan kembali dan mulai merealisasikan sejumlah bantuan langsung, baik dalam bentuk alat, tenaga, maupun dukungan program pertanian.
“Kami tidak ingin hanya menjadi lembaga yang datang lalu pergi. Kami ingin menjadi bagian dari keluarga besar petani. Hadir kemudian memberi dampak,” katanya.
Dalam refleksinya, Yusinta juga menyinggung pentingnya sinergi antara yayasan, pemerintah daerah, dan sektor swasta. Tanpa kerja sama lintas sektor, potensi subur Mollo tak akan menjelma menjadi lumbung pangan atau pusat produk hortikultura seperti yang dibayangkan. (*)