Kelompok Rentan Perlu Dilibatkan dalam Kebijakan Sistem Peringatan Dini Hadapi Potensi Bencana

Jakarta, Savanaparadise.com,– Perempuan, anak, dan penyandang cacat adalah pihak yang paling rentan saat terjadi bencana alam. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan dan akses mereka terhadap usaha-usaha pengurangan risiko bencana. Ke depan, mereka perlu dilibatkan dalam kebijakan sistem peringatan dini dalam menghadapi potensi bencana.

“Sebagai contoh, sekitar 75 persen korban tsunami di Samudera Hindia, termasuk Aceh adalah perempuan dan anak-anak. Di Myanmar, 61 persen korban tewas saat terjadinya badai Nargis jugaperempuan, lalu saat terjadi badai besar di Bangladesh tahun 1991, jumlah korban perempuan empat kali lebih banyak,” kata Manajer Program Manajemen Risiko Bencana Plan Indonesia Vanda Lengkong, di Jakarta, 12 September 2012 dalam rilisnya yang di terima Savanaparadise.com.

Berdasar temuan ini, Konsorsium AID yang terdiri dari Plan Indonesia, Handicap International dan CARE, yang didukung oleh Komisi Eropa mengimplementasikan program pengurangan risiko bencana inklusif di Provinsi NTT, yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kota Kupang dan Belu.

Menurut Vanda, sasaran utama program ini adalah pihak yang paling rentan saat bencana alam terjadi, yaitu perempuan, anak-anak dan penyandang cacat. NTT dipilih sebagai wilayah program karena banyak pihak yang rentan tersebut yang tinggal di wilayah pelosok, sehingga kesempatan mendapat akses dan pelibatannya pun semakin minim.

“Di sana, sumber daya manusia yang memiliki keterampilan di bidang pengurangan risiko bencana juga sangat sedikit. Program ini akan menguatkan kapasitas, baik dalam pemahaman tentang pengurangan risiko bencana maupun kemampuan mengantisipasi dan mengatasi situasi pascabencana,” jelas Vanda.

Penerapan program pengurangan risiko bencana inklusif yang memungkinkan pihak rentan punya akses yang sama untuk terlibat di dalamnya ini diharapkan berujung pada munculnya kebijakan pemerintah daerah hingga pusat.

Program ini akan berlangsung hingga akhir 2013. Selain ditujukan kepada masyarakat, program ini juga ditujukan kepada lembaga masyarakat dan pemerintah yang terkait, seperti BPPD dan Dinas Sosial.

“Kesamaan model dan pendekatan PRB inklusif di semua pemangku kepentingan inilah yang menjadi kunci akses bagi pihak yang rentan untuk terlibat. Tentu saja selain itu dibutuhkan legitimasi berupa dukungan kebijakan pemerintah,” lanjut Vanda.(*/Elas)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan