Oleh Yulius Kolo ( Kepala Desa Banain B, Timor Tengah Utara)
Situasi covid 19 perlu dihadapi dengan optimisme. Semangat berpengharapan mesti tetap ada pada setiap anak bangsa sekaligus umat Allah seantero jagat raya.
Ketika kita menyepi ke Kebun dengan sendiri kita sudah menjaga jarak. Di kebun kita banyak bergerak atau berolahraga versi petani, kita berjemuran bertemankan sinar matahari, kita menanam dimana kita imani bahwa kita akan panen pada waktunya.
Raga sehat karena bergerak dan berjemur tadi sekaligus jiwa sehat karena “berpengharapan”, pasti akan panen pada waktunya itu. Raga sehat jiwa pun sehat, sehat dobel-dobel.
Apalagi menjelang panen, warna-warni memenuhi kebun, ada kehijauan buah-buahan muda, ada kuning kekuningan buah-buahan matang, merah-merah buah-buahan siap panen, begitu pun warna-warni sayuran sangat memanjakan. Belum lagi bila bertepatan dengan harga pasar lagi membaik. Hati serasa mendapati diri di tengah paradiso. Indah mempesona.
Dalam konsep kebatinan, metafisika, supranatural, vibrasi dan sejenisnya, “hati senang” dan berpengharapan meningkatkan anti bodi, menjauhkan seseorang dari penyakit dan berbagai energi negatif lainnya.
Berbanding terbalik bila kita menjaga jarak dengan kebanyakan di rumah, berkeluh kesah tanpa aktivitas produktif. Itu sangat potensial terserang berbagai penyakit termasuk covid dan kanker (kantong kering).
Di jaman covid ini, manusia dituntut untuk berpikir “out of the box”. Keterbatasan berpikir sejak zaman kolonialisme di mana sistem pendidikan dan sosial kemasyarakatan diarahkan kepada “mental karyawan”, sudah saatnya pemikiran dan seluruh energi diarahkan kepada “mental kemandirian”.
Gerakan masuk kebun adalah salah satu caranya.
Di kebun kita bisa menghasilkan berbagai kebutuhan makanan karbo, vitamin dari sayuran, buah-buahan, juga protein dari ikan dan lain-lain. Aneka jamur, budidaya madu hutan dan segala jenis kebutuhan rumah tangga bisa dihasilkan di kebun secara mandiri. Apabila dihasilkan dalam jumlah banyak bisa merambah pasar dan jadi uang.
Syukur adalah kekayaan, keluhan adalah kemiskinan. Sebagai sikap iman di hari minggu ini, kita mesti bersyukur kata Ebit G. Ade. Kita masih diberi waktu. Syukuri kesehatan ini, sekali lagi masuk kebun, arahkan energi ke arah produktif. Berhentilah berkeluh kesah. Karena keluh kesah tidak menghasilkan apa pun. Keluh kesah hanya mendatangkan simpati sesaat.
Mental juara pemilik segala solusi, sang pecundang hanya menghasilkan alasan.
Kaum muda, para agen pembaharu, ayo ke kebun, “kehidupan berpengharapan” ada di kebun, milik para petani. Petani solusi covid, petani pandai bersyukur, saatnya petani berjaya di negara agraris yang kita cintai, Indonesia Raya ini.
Salam petani, salam sehat…