ASI Eksklusif, dikategorikan sebagai salah satu pendorong kuat penurunan prevalensi stunting pada tahun 2018-2019

- Jurnalis

Selasa, 24 Agustus 2021 - 17:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Jakarta, Savanaparadise.com,- Pemberian ASI eksklusif diindikasikan sebagai pendorong kuat penurunan prevalensi stunting di antara faktor pendorong lainnya.

“Pendorong kuat lainnya antara lain: usia dan jenis kelamin, keberadaan ART merokok, fasilitas cuci tangan dengan air dan sabun, serta status sakit,” tegas Prof. Dr. dr. Abdul Razak Thaha, M.Sc dalam sesi:“Mengupas Efektivitas Intervensi Stunting: Studi Analisis Dekomposisi Program Penurunan Stunting 2018-2019”yang diselenggarakan dalam rangkaian Rakornas bertema Bergerak Bersama untuk Penurunan Stunting, 24 Agustus 2021 secara daring oleh Setwapres.

Prevalensi stunting pada balita dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengukur Terpenuhinya layanan dasar dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing. Indonesia adalah salah satu negara dengan beban stunting yang masih tinggi. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi stuntings ebesar 30,8%. Merujuk data integrasi Susenas-SSGBI 2019 yang dipublikasikan pada bulan September 2019, prevalensi stunting balita turun menjadi 27,67%, atau turun sebesar 3,13 persen.

Baca Juga :  Prof. Apris Dorong Rumah Sakit Undana Kerja Sama dengan BPJS, Maksimalkan BPU untuk Pendapatan Non Akademik

“Penurunan prevalensi stunting sebesar 3,13 persen dalam setahun menjadi sebuah harapan besar. Namun, penurunan tersebut menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, terkait dengan faktor yang mendorong penurunan stunting pada tahun 2019.

Menjawab pertanyaan tersebut, dilakukan analisa untuk melihat determinan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan prevalensi stunting,” kata Suprayoga Hadi, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan

Pemerataan Pembangunan, Setwapres saat membuka sesi tersebut. Setwapres, bersama bersama BPS bekerja sama dengan ICONS (Indonesian Center for Nutrition Studies) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.m enyelenggarakan studi analisa dekomposisi terhadap penurunan prevalensi sebesar 3,13% pada tahun 2018 ke 2019. Studi ini menunjukkan adanya determinan pendorong kuat, sedang dan lemah terhadap penurunan prevalensi stunting di periode tersebut.

“Terdapat hal menarik dari studi ini karena mengapa MPASI dan imunisasi menjadi faktor kontributor rendah dalam penurunan prevalensi stunting, padahal dua faktor ini sangat penting dalam menjadi pendorong besar dalam penuruan prevalensi stunting,”tambah Prof. Razak.

Selanjutnya dijelaskan bahwa bila benar penurunan prevalensi stunting 2018 ke 2019 (3,13%) disebabkan oleh faktor pendorong yang diidentifikasi dalam studi tersebut, maka pemerintah dapat mengakselerasi penurunan prevalensi stunting sampai 2014 melalui program-program yang berdasarkan penguatan variabel-variabel yang ada.

Baca Juga :  PLN Siap Perpanjang Stimulus Listrik Periode April – Juni 2021

Dalam paparannya, Prof. Razak juga menjelaskan bahwa menurut WHO, untuk mencapai target penurunan stunting global 40% tahun 2025, setiap negara hendaknya mencapai Annual Average Rate of Reduction (AARR) stunting sebesar 3,9% per tahun. Sedangkan menurut Global Nutrition Report tahun 2020 menunjukkan stunting secara global saat ini mencapai AARR 2,2%. Jadi penurunan prevalensi berdasarkan studi analisis dekomposisi ini sangat beralasan dan terjadi di banyak negara.

Sebagai langkah ke depan, diperlukan analisa lanjutan atas hasil studi dekomposisi penurunan stunting ini agar indentifikasi terhadap faktor-faktor pendukung dan penghambat penurunan stunting dapat dilakukan lebih mendalam.

Pemerintah dapat mengambil kebijakan berdasarkan Studi Analisis Dekomposisi  Program Penurunan Stunting 2018-2019 dan bersama semua pihak terkait juga harus berani mengoreksi dan memperbaiki berbagai penghambat sehingga mampu mengubah pendorong sedang dan kecil menjadi pendorong kuat.

“Hasil analisis studi dekomposisi dapat dijadikan salah satu acuan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyusun program kegiatan terhadap hal-hal yang Memiliki kontribusi nyata dalam percepatan penurunan stunting sebesar 14% pada tahun

2024,” tutup Suprayoga.(SP)

Berita Terkait

Prof. Apris Dorong Rumah Sakit Undana Kerja Sama dengan BPJS, Maksimalkan BPU untuk Pendapatan Non Akademik
Dihadapan Menteri, Prof. Apris Adu Paparkan Undana Harus Bergerak dari Kampus Transfer Ilmu ke Kampus Transformasi
Pelapor YNS, Natalia Rusli Pernah Jadi DPO Polri Kasus Penggelapan KSP Indosurya
Bali Bangkit dari Banjir: Lintas Iman dan Lintas Daerah Satukan Hati Bersihkan Puing dan Memulihkan Harapan
DPP Partai Amanat Nasional ( PAN ) Resmi Nonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya dari Fraksi PAN DPR RI
Ketua Fraksi NasDem Viktor Laiskodat Copot Ahmad Sahroni dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI
Dirgahayu Republik Indonesia, Ini 8 Langkah Nyata BRI Dukung Bangsa Semakin Berdaulat, Sejahtera dan Maju
Lewat SPK, Bupati TTS Bertemu Kepala BNPB Bahas Akselerasi Relokasi Korban Longsor
Berita ini 1 kali dibaca