Rawan Pangan di TTS dan Anekdot Provinsi Putak

- Jurnalis

Jumat, 26 Juni 2015 - 14:21 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“ Lebih Baik Ganti jadi Provinsi Putak, daripada Provinsi Jagung tapi masyarakatnya makan Putak,”

Entah, Siapa yang memulai, Provinsi Putak ramai di bicarakan di kalangan wartawan sejak pemberitaan ratusan warga di Kecamatan Kualin dan Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), terpaksa mengkonsumsi putak (bagian tengah batang pohon lontar) yang sering digunakan warga untuk pakan ternak.

Jika dikorelasikan dengan agenda pembangunan Pemerintah provinsi NTT, Istilah provinsi Putak memang sebuah sinisme yang sangat menohok. Saat ini, Gubernur NTT dengan sejumlah program prioritas telah menempatkan beberapa tekad pembangunan. sebut saja Propinsi Koperasi, Propinsi ternak, Propinsi Cendana, Destinasi Pariwisata dunia, Ekonomi perikanan kelautan.

Tekad provinsi Jagung yang paling banyak mendapat sorotan.

Apalagi pemerintah provinsi mengatakan putak memiliki kandungan gisi tinggi sesuai hasil penelitian tim Ahli dari Institut Pertanian Bandung (IPB) yang bekerja sama dengan pemprov NTT pada tahun 2007, kata Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan provinsi NTT, Hadji Husein seperti dilansir Harian Pos Kupang tanggal 25/06.

Akibat lansiran ini, banyak cibiran yang dialamat kepada pemerintah provinisi NTT. beberapa warga memberi kritikan keras.
Beberapa wartawan yang sehari-hari yang meliput di lingkup pemprov NTT bahkan menulisnya dalam status jejaring sosial.

Juven Nitano, Jurnalis televisi nasional, Net TV, dalam status BBM nya mengatakan, lebih baik provinsi putak dari pada provinsi jagung tapi makanya putak.

Bahkan guyonan serupa menjadi perbincangan sehari-hari dikalangan wartawan dengan anekdot soal provinsi putak.

Salah satu wartawan media online Leba TUkan Laurensius di akun facebooknya memberi kritik keras. dalam akunnya Ia menulis “ Lebih Baik Ganti jadi Provinsi Putak, daripada Provinsi Jagung tpi masyarakatnya makan Putak,” . status ini direspon hingga 38 komentar.

Salah satu akun Kabelen David mengatakan Memalukan,nak,..Setuju,ganti saja provinsi kita ini provinsi putak. Pejabatnya bukan prihatin. malah bilang masyarkat sudah biasa makan itu sebagai makanan pokok. Pemerintah apa,.tidak punya empati apa apa. Malu !

Baca Juga :  Julie Sutrisno Laiskodat Dukung Pelaksanaan LKK PMKRI Cabang Kupang

Sementara akun lainnya Vitto Hally Makin mengatakan Apapun makanannya, minumnya ANGGUR Merah.

Namun ada juga yang menanggapi dengan sudut pandang berbeda. misalnya Akun Buyung Gorantokan mengomentari Kalau yang dituju kasus di abansel dan kualin, TTS, sbetullnya makann putak ini bukan sesuatu yang hina dan mmalukan. Karena scara kultur, apa bedanya dengang orang maluku makan sagu. Bukankah sagu dan gewang ini satu spesis? Hanya, bedanya dikualin dan timor secara umum putak biasa menjadi pakan ternak (sapi, babi), lebih krena proses mngolahnya sangat menguras tenaga, makanya orang pemalas bikin jadi makanan. Tapi kalau sudah jadi, enak sekali. Selebihnya, yang saya lihat dikualin (tempat saya tinggal saat ini), orang yang makan putak itu termsuk dalam beberapa golongan manusia.

Menurutnya masyarakat yag hari-hari pemabuk yang enggan kerja kebun sehingga sampe lupa tanam jagung. Kedua, masyarkat korban perubahan iklim, mereka kira januari masih hujan jadi november hingga desember saat hujan pertama Mereka sante-sante saja .

Ditambahkannya rata rata yang gagal panen tanamnya januari dimana hujan sudah enggan datang. Ketiga, yang mkan putak itu korban para saudagar sapi yang seenaknya melepas ternak mereka, jadi kalau sudah tanam jagung sehektar tapi 5 ekor sapi makan dalam 1 jam habis. anak mau makan apa. Keempat, yang makan putak disini juga sengaja, karena mereka tahu makan putak dilihat wartawan itu efek sampingnya besar, nyata sekitar 26 ton beras diturunkn minggu lalu. terakhir, dsini tidak ada kelaparan masal, tidak semasal pemberitaan yang agak lebay.

Ratusan warga yang konsumsi putak itu, berada di lima desa di Kecamatan Kualin yakni Desa Kualin, Toineke,Tuafanu,Tuapakas dan Oni dan dua Desa di Kecamatan Amanuban Selatan yakni Desa Oebelo dan Noemuke.

Sontak pemberitaan yang dilansir berbagai media nasional dan lokal ini mendapat reaksi yang beragam. namun yang pasti Presiden Jokowi langsung mengutus langsung Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa untuk melihat langsung ke kabupaten TTS, seperti Desa Nuemuke, Kecamatan Kualin, Rabu 17/06.

Namun kunjungan Khofifah Indar Parawansa telah salah alamat. Menurut Anggota DPRD NTT Dapail TTS, Mensos telah diarahkan untuk mengunjungi desa yang tidak mengalami kelaparan.

Baca Juga :  Lebu Raya Belum Tahu ada Paket Medali

Dikatakannya warga di desa itu tidak mengalami kelaparan, bahkan desa itu termasuk wilayah yang makmur.

Namun sejak pemberitaan dari media massa, Bantuan dari pusat terus berdatangan ke TTS. beberapa hari setelah itu, dua anggota DPD RI, Parlindungan Purba dan Ibrahim Agustinus Medah, juga turun memberikan bantuan beras.

Setalah mendapat Kritik yang tajam dari Ketua TPDI, Petrus salestinus, Sejumlah Anggota DPR RI dari Dapil NTT II juga turun memberikan bantuan.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, rawan pangan yang terjadi di Kecamatan Amanuban Selatan dan Kualin Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan siklus tahunan.

“Rawan pangan yang terjadi di TTS merupakan siklus tahunan. Daerah tersebut mengalami rawan pangan karena kekeringan, sehingga berdampak pada gagal panen,” ujar Khofifah usai buka puasa bersama 1.500 anak yatim piatu, bakti sosial Peace and Love, Kamis (25/5) seperti dilansir sinarharapan.co.

Khofifah mungkin benar tapi yang menjadi pertanyaan adalah Jika benar adalah siklus tahunan, mengapa pemerintah tidak pernah belajar dari kondisi yang pernah ada.

Kekeringan dan kekurangan pangan selalu terjadi setiap tahun. Namun, ini tidak bisa diatasi pemerintah daerah. kebijakan pemerintah di bidang pertanian banyak yang tidak cocok diterapkan di wilayah tandus seperti NTT. hasilnya adalah Kekeringan akan terjadi setiap tahun. Bantuan yang datang pun cenderung karitatif dan sifatnya jangka pendek.

Terhadap kondisi ini, banyak tanggapan beragam dari masyarakat NTT. di tengah tekad pembangunan yang didengungkan oleh pemerintah daerah selalu dalam konsep yang luar biasa namun miskin dalam operasional.

Kembali soal sinisme provinsi Putak. Mungkin ini sekedar tak lelucon yang dengan mudah diucapkan oleh siapa saja yang merasa gerah dengan kondisi kekinian yang terjadi di Kualin, TTS. Harus ada program yang revolusioner dari pemerintah baik provinsi maupun pemda setempat. Bantuan tak lagi harus jangka pendek seperti bantuan beras dan aneka sembako lainnya. Perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian merupakan tuntutan yang harus di pikir. (Elas Jawamara)

Berita Terkait

Yusinta Nenobahan dan Kuasa Hukum Penuhi Undangan Sinode GMIT Untuk Jernihkan Persoalan Dengan Pendeta Nelson
Kuasa Hukum Yusinta Nenobahan Kecam Pihak Penyebar Data Pribadi Klien
Kasat Korwil Banser NTT Desak Polri Tangkap Pelaku Penganiayaan Banser di Tenggarang 
Difitnah di Kompasiana, Yusinta Bantah Semua Tuduhan Palsu dan Siapkan Langkah Hukum
Tak Hanya Nelayan PPI Oeba, Nelayan Tenau Juga Ikut Geruduk Kantor Gubernur NTT
Drama Pergub 33: Kadis Sulastri Balik Arah, Minta Maaf ke DPRD dan Nelayan
Rapat Dinas DKP Gagal Total,Nelayan dan Pelapak PPI Oeba Ogah Hadir
DPRD NTT Bantah Intervensi Kenaikan Tarif, Komisi II “Sidang” Kadis DKP Soal Polemik Pergub
Berita ini 0 kali dibaca