Catatan Daniel Tagu Dedo
Bukan sesuatu yang kebetulan bahwa pada tanggal 14 Januari 1934 Bung Karno dibuang ke Ende Flores (Mengubah Penjara menjadi Panggung Kemerdekaan, John Dami Mukese, 2013), dan dari kota inilah LAHIR PANCASILA. Pembuangan Bung Karno di Ende berlangsung hingga tanggal 18 Oktober 1938.
Membaca tulisan berseri Pak John Dami Mukese, menginspirasi saya untuk menulis artikel ini, mudah-mudahan berguna bagi kita rakyat NTT, mengingat dinamika politik yang baru saja dilalui khususnya di DKI, dan menyambut pesta demokrasi 2018 dimana di NTT akan berlangsung pemilihan gubernur NTT dan pemilihan 10 bupati. Judul artikel ini hanya ingin menegaskan bahwa Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI haruslah dipertahankan sekuat pemikiran, tindakan dan kekuatan yang ada. Bahkan, seandainya Jakarta tidak lagi memilih Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI sebagai pilar kebangsaan Indonesia, maka NTT haruslah menjadi Indonesia Baru dengan Ibukota Negara di Ende, karena di Ende-lah ditemukannya dasar falsafah bangsa kita oleh Bapak Bangsa kita Bapak DR (HC).Ir. Soekarno.
Politik identitas sebagaimana dipertontonkan di DKI, bagi kita anak bangsa sangatlah menyedihkan, oleh karenanya dinamika tersebut tidak boleh terjadi di NTT. Kita harus jadikan NTT tempat yang nyaman dan damai bagi seluruh anak bangsa ini, apapun asal ras, suku dan agamanya.
Berkaitan dengan pesta demokrasi 2018, kita rakyat NTT harus dapat menjaga kerukunan dan kedamaian, siapapun calon yang akan maju diberi kesempatan yang sama, janganlah kita memilih karena sukunya, agamanya, ras-nya, tetapi kita lebih melihat kompetensi dan personality calon-calon tersebut, apakah calon-calon tersebut dapat menjawab tantangan yang sedang dihadapi rakyat NTT?
Permasalahan kemiskinan, kekurangan infrastruktur, mutu dan kualitas pendidikan, mutu dan kualitas pelayanan kesehatan, masalah human trafficking, dan semuanya berujung pada ketertinggalan daerah ini dibandingkan daerah lainnya, dan index pembangunan manusia (IPM) yang baru pada tingkatan 63,31%.
Bagaimana Visi, Misi dan Program Aksi para calon yang akan dipersembahkan bagi rakyat di daerah ini? Apakah dapat menjawab tantangan-tantangan yang saya sebutkan di atas? Human trafficking contohnya, hanyalah akibat dari kurangnya lapangan kerja yang mengakibatkan kemiskinan; bagaimana pemecahan yang disajikan para calon untuk persoalan ini. Human trafficking juga adalah persoalan law enforcement, bagaimana solusinya? Bagaimana strategi untuk membuka lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan rakyat NTT? Apakah para calon akan menyajikan suatu pola pembangunan yang didasarkan kepada ideologis kapitalisme ataukah kerakyatan? Kalaupun ekonomi kerakyatan yang akan disajikan, seperti apa arsitektur ekonomi kerakyatan tersebut? Bagaimana partisipasi rakyat dalam pola ekonomi kerakyatan tersebut? apakah pemodal tidak punya kesempatan untuk ikut serta? ataukah rakyat NTT akan jadi penonton terhadap pembangunan yang akan dilaksanakan?
Di bidang pendidikan, bagaimana solusinya terhadap masih rendahnya mutu pendidikan di daerah ini? Bagaimana solusi terhadap rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di daerah ini? Banyak hal penting seperti disebutkan di atas yang seharusnya dipertanyakan kepada para calon.
Bukannya mempertanyakan dia suku apa? berapa banyak Daftar Pemilih Tetap (DPT) suku tersebut di NTT? Dia agama apa? Berapa banyak DPT yang beragama seperti dia? Dia ras apa, berapa banyak DPT ras tersebut di NTT? Kalau ini terus yang menjadi acuan, maka strata pengetahuan politik rakyat NTT masih jauh dari yang diharapkan oleh Bapak Proklamator kita Bung Karno dan cita-cita para pemuda pada tahun 1928. Dan sia-sialah Pancasila dilahirkan di Ende NTT.
Sayangnya, beberapa elite politik masih memperhitungkan suara dari pemetaan identitas pemilih, walaupun ini suatu fakta yang ada, tetapi perlu diingat, bahwa Pancasila memiliki kekuatan yang luar biasa sebagai Falsafah Bangsa, karena para elite politik waktu itu yang bersepakat dengan usulan Bung Karno tentang Pancasila tersebut, sehingga menurut saya para elite politik NTT janganlah mempermainkan pilihan rakyat berdasarkan asal-usul atau agama yang dianut, sangat berbahaya, dan akibatnya kerugian bagi rakyat sendiri, karena mereka tidak memilih pemimpin yang tepat berdasarkan kompetensi dan personality, tetapi berdasarkan asal-usul. Saya lebih suka membaca Pancasila dalam Bahasa Inggris, sebagaimana pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB, yaitu :
1. Believe in GOD.
2. Humanity.
3. Nationality.
4. Democracy.
5. Social Justice.
Marilah jadikan NTT sebagai BENTENG PANCASILA, BENTENG UUD 1945, BENTENG BHINEKA TUNGGAL IKA, BENTENG NKRI. Selamat berjuang meyakinkan rakyat.
MERDEKA!!!!! (@dtd-03072017).