Fraksi PDIP : Perda APBD 2016 Tidak Bisa di Revisi

Ketua Fraksi PDIP Gusti Beribe sedang menyampaikan keterangan Pers
Ketua Fraksi PDIP Gusti Beribe sedang menyampaikan keterangan Pers

Kupang, Savanaparadise.com,- Fraksi PDIP mendesak pemerintah dan DPRD NTT harus konsisten terhadap keputusan yang telah diambil bersama sebagaimana tertuang dalam APBD 2016. Jika ada persoalan yang ditemukan, tentunya disikapi sesuai mekanisme yang berlaku, bukan melalui revisi Perda atas poin yang dikritisi.

Ketua Fraksi PDIP DPRD NTT, Gusti Demon Beribe mengatakan Gusti mengatakan, akhir- akhir ini banyak sorotan yang berkembang terkait pelaksanaan pembangunan di daerah ini.

Hal tersebut, tidak saja terjadi di masyarakat tetapi juga di lembaga DPRD NTT. Situasi yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program pemerintah dimaksud harus diarahkan supaya menjadi lebih stabil. Dimana, pemerintah sebagai eksekutor program bisa mengimplementasikan program kerja yang telah dibahas dan disepakati bersama serta dirumuskan secara detail dalam Peraturan Daerah (Perda) APBD 2016.

“Kebijakan publik yang telah dibahas dan disepakati bersama di DPRD, bila dipersoalkan lagi pasti akan berdampak pada ketimpangan pembangunan. Kami menghendaki agar DPRD dan pemerintah harus konsisten terhadap keputusan yang telah diambil bersama terutama Perda APBD NTT 2016. Konsisten ini kami kuatkan untuk memungkinkan stabilitas pembangunan di daerah ini,” kata Gusti kepada wartawan di Kupang, Senin (11/4).

PDIP tidak akan bertoleransi jika sistim perencanaan pengelolaan pembangunan di daerah ini terganggu karena kepentingan seseorang. Sebenarnya, perdebatan sesama anggota dewan sudah tuntas ketika pemerintah dan DPRD menetapkan Rancangan Perda menjadi Perda. Kalau desakan sejumlah pihak yang mengharuskan Perda dimaksud direvisi, patut disesalkan. Kalau memang ada ketimpangan karena dinilai tidak mengedepankan aspek keadilan, ada forum lain yang disikapi.

“Sikap kritis anggota dewan yang menyikapi asas pemerataan dan keadilan program, bisa dibahas dalam forum Perubahan APBD 2016 atau pembahasan APBD murni 2017 yang dinilai lebih akomodatif. Dengan demikian, proses dinamika antar- anggota dewan sebagai representasi pubik bisa berjalan menuju perda,” kata Gusti.

Ia menyatakan, sebenarnya apa yang diwacanakan sejumlah anggota dewan akhir- akhir ini sudah melampaui momen penetapan APBD 2016. Sangat diharapkan, tidak ada pihak yang mendorong atau berinisiatif untuk mendorong peninjauan kembali terhadap penetapan APBD 2016 diaksud. Sebaiknya, wacana yang berkembang dimaksud diarahkan ke Perubahan APBD 2016.

“PDIP mengapresiasi dinamika yang ada, tapi tetap menghargai sistim. Kami sebagai fraksi, memantau fenomena yang berkembang dan kami arahkan agar APBD 2016 yang sudah ditetapkan itu berjalan,” ujar Gusti.

Ia mengungkapkan, kecenderungan beberapa tahun ini, muncul fenomena sikap kritis setelah APBD ditetapkan. Hal tersebut tentunya berakibat pada instabilitas pemerintah dalam mengimplementasikan program yang sudah direncanakan. Kalau dibiarkan, tentunya akan mengganggu pemerintah.

Ini catatan kritis yang perlu disikapi agar tidak terjadi lagi ke depan. Sasaran program sebagaimana tertuang dalam Perda APBD, tentunya mempertimbangkan sejumlah aspek. Daerah yang rawan bencana atau daerah yang terkategori mendesak, tentunya mendapat skala prioritas. Misalkan, untuk pembangunan sumur bor yang dibiayai APBD, tentunya mempertimbangkan aspek dimaksud. Misalkan, Alor merupakan daerah bencana gempa. Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) merupakan daerah rawan bencana kekeringan.

Wakil Ketua DPRD NTT, Nelson Matara mengungkapkan, pembahasan dan penetapan program, tentunya mempertimbangkan banyak aspek. Tentunya aspek kemanusiaan menjadi pertimbangan utama, misalkan program pembangunan sumur bor. Karena itu, jangan membuat kegaduhan lagi supaya rakyat jangan marah. Jika menganulir Perda yang ditetapkan dan membuat kegaduhan, tentunya berdampak pada sikap pemerintah dalam mengeksekusi program. Jika anggota dewan menuntut pemerataan pembangunan, ada forum perubahan APBD.(SP)

Pos terkait