Kupang, Savanaparadise.com,- Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana (Undana) mengembangkan teknologi aquaponik. Teknologi Aquaponik ini mengkombinasikan pemeliharaan ikan lele dengan tanaman.
Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Undana Prof Ir Ricky Gimin PhD mengatakan Sistem budidaya ikan dengan kombinasi dengan tanaman ini diadaptasi dari Israel. Teknologi Aquaponik jelasnya memanfaatkan teknologi sederhana untuk diterapkan pada kondisi lahan yang terbatas.
Dia menjelaskan Proyek budidaya ikan lele yang dimulai sejak tahun 2011 tersebut memanfaatkan lahan sempit di sekitar kampus Undana.
“ Budidaya ikan tersebut memanfaatkan teknologi yang sederhana berupa wadah ikan, bak penampung atau tanki air, dan beberapa pipa paralon untuk aliran sirkulasi air yang dibantu dengan dynamo,” kepada wartawan, 11/10 di Kupang.
Dijelaskannya lebih lanjut Sirkulasi air ke wadah ikan itu disaring secara alamiah dengan memanfaatkan tanaman produktif yang ditanam dalam wadah yang ditempatkan diisi dala pipa paralon (diberikan lobang sesuai ukuran wadah tanaman) dan juga wadah khusus disiapkan untuk tanaman lain.
“Teknologi aguaponik ini tidak hanya digunakan untuk budidaya lele namun juga tanaman produktif seperti cabe, padi, tomat, sayur-sayuran seperti kangkung, bayam,” katanya.
Hasil budidaya lele, lanjut dia, sudah dipasarkan untuk menambah kebutuhan warung-warung makan yang ada di Kota Kupang dengan jumlah hasil sekali panen setiap 10 Minggu mencapai 200 kilogram.
“Kalau masyarakat yang datang langsung ke sini kita berikan harga Rp35.000 per kilogram, sementara untuk harga pasaran pasokan ke rumah makan Rp40 ribu per kilogram,” katanya.
Budidaya ikan tersebut masih dalam pencontohan dan pihaknya sementara mengembangkan dalam kapasitas yang lebih besar untuk budidaya ikan patin dan juga sayuran brokoli, wortel dan lainnya.
Menurut dia, budidaya ikan lele tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi sejalan dengan tingginya permintaan masyarakat, sehingga memungkinakan untuk dikembangkan oleh berbagai kelompok masyarakat guna meningkatkan perekonomiannya.
Apalagi, kata dia, teknologi aquaponik tidak memerlukan lahan yang luas dan juga cocok untuk berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur yang seringkali terkendala pasokan air.
“Teknologi ini tidak membutuhkan air yang banyak dan hanya diganti sebulan sekali karena air tersebut sudah disaring secara alamiah melalui tanaman,” katanya.
Oleh karenanya, dia berharap agar pemerintah daerah setempat dapat mendorong berbagai kelompok masyarakat untuk bisa belajar dan menerapkan teknologi tersebut karena hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga menguntungkan secara ekonomi.(SP)