Ende, Savanaparadise.com,- Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Ende mengungkap fiskal daerah menjadi hambatan pertama dalam pelayanan KTP Elektronik.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Dukcapil, Lambertus Sigasare menjawab aspirasi yang disampaikan anggota DPRD, Vinsen Sangu dalam Rapat Paripurna IV Masa Sidang III DPRD Kabupaten Ende, pada Rabu, (13/8/25).
Sebelumnya, dalam rapat yang sama, Vinsen Sangu mendesak pemerintah untuk memperhatikan pelayanan di Dukcapil dan sektor kesehatan. Vinsen mengatakan bahwa dengan memperhatikan pelayanan yang diberikan Disdukcapil melalui program inovasi hingga mendapatkan penghargaan beberapa kali, menjadi prestasi gembira dan patut memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya.
Namun, kata Vinsen Sangu, melihat fakta atas pelayanan yang dilakukan kepada masyarakat secara langsung, masih dijumpai antrian panjang bahkan warga harus mengantri di kantor Dukcapil dari jam 4 dini hari. hingga kesulitan untuk mendapat cetakan beberapa dokumen kependudukan seperti KTP, adalah fakta yang menyayat hati bagi warga.
“Pada satu sisi, kita dengan senyum gembira menerima penghargaan atas prestasi positif dari program inovasi pelayanan yang diberikan namun pada sisi yang lain di waktu yang bersamaan, kita menyaksikan perjuangan pilu, lelah, lapar dan bahkan air mata rakyat yang antrian panjang, berjuang mendapatkan nomor antrian dan menanti kecepatan penyelesaian dokumen kependudukan yang diperlukan’, kritik Vinsen.
Ia menambahkan bahkan mencetak KTP saja membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan karena keluhan kantor seperti ketiadaan Blanco dan kehabisan tinta print untuk cetak.
Begitu lemah kah kita hingga persoalan rakyat ini terus terjadi dan terus berulang dari tahun ke tahun yang sama pula?, tanya dia.
“Karena itu saya minta perhatian serius oleh Bupati dan Wakil Bupati Ende agar persoalan ini kita harus diakhiri sampai disini”, tegas Vinsen.
Mendengar keluhan masyarakat, yang disuarakan anggota DPRD, Vinsen Sangu, Kadis Dukcapil menjelaskan untuk pelayanan di Dukcapil, selain KTP Elektronik dipastikan langsung jadi.
Karena itu, kata dia, tidak di benarkan kalau pelayanan selain KTP Elektronik itu membutuhkan waktu berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan, apabila masyarakat datang, memperoleh nomor antrian dan membawa persyaratan lengkap.
Sebab, apabila semua unsur itu terpenuhi, nomor antrian dapat, persyaratan lengkap, dikatakannya masyarakat pasti membawa pulang dokumen yang diurus pada saat itu.
“Ada informasi kami yang nama nya SAPA DIA. SAPA DIA itu artinya ‘Sehari Pasti Jadi. Selain KTP Elektronik”, terang Kadis Lambertus.
Kadis Dukcapil juga mengungkap alasan, mengapa nomor antrian KTP itu harus dibatasi? Ia mengatakan, kondisi pertama, menjadi kendala utama adalah menyangkut fiskal daerah. Karena menurut dia, untuk mencetak KTP, satu paket itu membutuhkan biaya sebesar 5 Juta, hanya untuk 500 keping.
“Kalau sehari itu datang 100 Orang tanpa dibatasi itu berarti dalam satu Minngu kita keluarkan uang 5 juta, kalau kita mau los. pertanyaan nya apakah fiskal daerah kita cukup atau alokasi yang dianggarkan ke Dukcapil cukup?”,tanya dia.
Akibat dari itu, kata Lambertus, pihaknya terpaksa harus membagi nomor antrian, tetapi bukan berarti pembagian nomor antrian itu tanpa solusi. Khusus untuk KTP, tambah dia, bagi warga yang tidak mendapat nomor antrian ada alternatif lain yang digunakan, yakni petugas akan menyarankan menggunakan aktifasi KTP Digital.
” Jadi KTP digital itu sama dengan KTP fisik.Bagi masyarakat yang tidak mendapat nomor antrian selalu petugas menyarankan segera mengaktifasi KTP digital. Caranya masyarakat bawa HP Android menginstal aplikasi identintas kependudukan digital dan mengaktifnya”, terangnya.
Kadis juga mengatakan, saat ini pihaknya harus menekan kembali nomor antrian khusus KTP. Hal itu mengingat kondisi riil yang dialami daerah.
“Kita ketahui bersama dengan efisiensi ini, berdampak pada kecepatan pengadaan. Nah, kami harus mengatur tinta ini supaya harus ada, jangan sampai habis sebelum pengadaan”, timpalnya.
Dirinya lalu membeberkan terkait nomor antrian. Dikatakan, khusus bagi masyarakat yang KTP nya hilang nomor antrian dibatasi dari angka 20 menjadi 5. Untuk perubahan elemen di angka 20, dan khusus yang sudah merekam tapi belum mengambilnya, nomor antrian dibatasi di angka 20.
Sedangkan bagi masyarakat yang akan melakukan perekaman baru, menurut Kadis, masyarakat tak perlu mengantri karena usai merekam belum bisa dipastikan langsung mendapat, sebab dilihat dari cetakan. Dan pelayanan untuk KTP Elektronik yang memperoleh nomor antrian apabila tidak terhambat jaringan listrik dan internet, maka dipastikan langsung jadi.
“Inilah kondisi kita. Kalau saya lebih berpikir bahwa jangan batasi saja nomor antrian itu. Tapi, apakah tinta kita cukup, blangko kita cukup? “jawabannya tidak”, tegas Kadis.
Senada dengan itu, Kadis Dukcapil kembali membentangkan persoalan yang dihadapi Dukcapil berikutnya yakni tentang blangko. Diungkap olehnya bahwa blangko itu disediakan atau diadakan oleh pemerintah pusat. Pemerintah Kabupaten/Kota tidak punya kewenangan untuk mengadakan melainkan hanya sebatas mengajukan.
Adapun dalam proses pengajuan tersebut, ungkap Lambertus, besaran jumlah yang diajukan tidak selamanya terealisasi sesuai yang diajukan atau terjawab 100 persen.
“Contoh kami ajukan 5 ribu, pusat paling merestui 2 ribu. Dan saya tidak tahu, bulan terus berjalan kemudian Perkada kita penjabaran dari APBD belum ditetapkan, maka kami belum bisa melakukan pengadaan tinta. itu berarti berdampak pada nomor antrian pelayanan KTP El”, ujar Kadis Dukcapil.
Dalam kesempatan yang sama, Kadis Dukcapil kembali membeberkan metoode awal yang dipakai demi meminimalisir agar pelayanan administrasi kependudukan lainnya tidak bertumpuk di kantor Dukcapil.
Menurut penuturannya pihaknya pernah membentuk petugas registrasi di tingkat desa sebanyak 255 petugas, sesuai jumlah desa di wilayah Kabupaten Ende kendati seiring berjalannya waktu tidak berjalan maksimal.
Dikatakan, dengan terbentuk petugas registrasi tersebut seharus masyarakat tidak datang ke kantor Dukcapil, tinggal diselesaikan ditingkat desa. Karena kewenangannya itu di SK kan oleh Pak Bupati dan sudah dilimpahkan ke petugas. Kecuali dalam hal perekaman KTP yang harus dilakukan di kantor Dukcapil.
“Sayangnya petugas registrasi ini tidak didukung dengan biaya operasional Alokasi Dana Desa (ADD) karena ADD dianggap terlalu kecil. Kalau ini berjalan dan dioptimalkan secara baik yang pastinya pengurusan Adminduk tidak terpusat semacam ini”, tukasnya. (CR/SP).