Kupang,Savanaparadise.com-Dua nama yang akrab di telinga publik Nusa Tenggara Timur (NTT), Simon Petrus Kamlasi (SPK) dan Frans Go (FG), kembali hadir di ruang publik. Jika pada Pilgub NTT 2024 lalu keduanya sempat berada di jalur kompetisi politik, kini keduanya justru tampil berdampingan membawa misi sosial: air bersih dan kemandirian pangan bagi rakyat NTT.
Simon Kamlasi, purnawirawan Jenderal TNI AD asal TTS, dikenal luas sebagai pencetus pompa hidram yang mengubah wajah banyak desa dari tandus menjadi subur. Sementara Frans Go, pengusaha sekaligus filantropis asal NTT yang bermukim di Jakarta, sudah lebih dari satu dekade menyalurkan bantuan sumur bor bagi warga di Timor, Flores, Sumba hingga Alor.
Keduanya bertemu di Kupang, Kamis (4/9/2025), sebelum bersama-sama menuju Kampung Maumolo, TTU, meninjau program bantuan sumur bor dari Yayasan Felix Maria Go. Sehari kemudian, mereka berbincang dengan sejumlah wartawan dan menegaskan dukungan terhadap pemerintahan Gubernur Melki Laka Lena dan Wakil Gubernur Johny Asadoma.
Pada Pilgub 2024 lalu, SPK berpasangan dengan Andre Garu hingga garis akhir kontestasi, sedangkan Frans Go terhenti lebih awal dalam proses pencalonan. Keduanya mengakui kemenangan Melki-Johny, dan setahun kemudian memilih menyalurkan energi untuk hal yang lebih substansial: pembangunan rakyat.
“Hubungan kami dengan Pak Melki baik-baik saja. Politik sudah selesai. Sekarang yang penting kita bersama-sama memikirkan nasib rakyat NTT,” ujar SPK yang kini dipercaya Menteri Pertanian sebagai tenaga ahli bidang ketahanan pangan.
“Situasi ekonomi global memang berat, tapi masyarakat tidak boleh dibiarkan pasrah. Pemerintah pun tidak bisa dibiarkan bekerja sendiri. Semua harus bergandengan tangan,” kata Frans Go menimpali.
Air menjadi titik temu agenda keduanya. SPK lewat pompa hidram, dan FG lewat sumur bor, sama-sama melihat ketersediaan air sebagai kunci menggerakkan sektor pertanian dan memperkuat ketahanan pangan.
“Kalau air tersedia, lahan tidur bisa hidup, petani punya semangat. Di titik itu pangan rakyat bisa dijamin,” kata Frans Go.
SPK menambahkan, masalah pangan NTT tidak bisa diselesaikan dengan memaksa semua orang makan beras. Diversifikasi pangan melalui jagung, ubi, hingga hasil lokal lain harus kembali digalakkan. “Sejak dulu orang NTT hidup dengan jagung dan ubi. Itu yang harus kita kuatkan kembali,” ujarnya.
Namun SPK menekankan, persoalan klasik di lapangan adalah masyarakat sering kali belum siap mengelola bantuan. Ia mencontohkan sumur bor bantuan pemerintah yang hanya bertahan sebentar karena salah titik pengeboran, atau malah dikuasai sebagai milik pribadi.
“Itulah yang sedang kami benahi bersama Pak Frans. Kami turun langsung berdiskusi dengan warga agar mereka siap mengelola bantuan dengan baik. Jangan sampai mubazir,” tegas SPK.
Agenda keduanya tidak berhenti di TTU. Mereka berencana melanjutkan perjalanan ke Flores dan Sumba untuk melihat potensi yang bisa dikembangkan, termasuk kopi Kapan yang menurut FG punya prospek besar.
“Kami ingin rakyat punya semangat bertahan. Tidak ada hal yang terlalu sulit asal kita berpikir positif dan bekerja bersama,” tutup FG. (*)