Adopsi AI di Indonesia Tidak Akan Mudah

Jakarta, Savanaparadise.com,- Indonesia memiliki peluang besar mengadopsi teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk mendorong perekonomian digital. AI bahkan menjadi niscaya karena pemerintah maupun pelaku industri akan menerapkannya dalam skala yang lebih luas di masa mendatang.

 

Bacaan Lainnya

Hal tersebut terungkap dalam diskusi terbatas Indonesian Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2024, khususnya pada sesi bertajuk Digital Evolution Shaping Indonesia Economic Future, yang digelar di Jakarta, Selasa (5/3). IDE Katadata 2024 mengusung tema Navigating Tomorrow.

 

Dari sudut pandang pelaku usaha, Presiden Tokopedia, Melissa Siska Juminto, menyatakan meskipun AI belakangan telah menjadi buzzword, penggunaan teknologi tersebut pada dasarnya membuat proses bisnis menjadi lebih efisien dan mudah.

 

Tokopedia, misalnya, telah menerapkan AI untuk proses bisnis internal maupun eksternal, terutama kepada pengguna platform perseroan. Dengan AI, Tokopedia bisa secara mudah dan efektif mengolah data untuk mengambil keputusan bisnis termasuk meluncurkan fitur/layanan. Dengan begitu, keputusan bisnis yang diambil tersebut bisa berbasis data, serta dapat terhindar dari risiko atau kesalahan yang telah diprediksi.

 

Selain itu, Tokopedia menerapkan pula AI pada layanan e-commerce baik untuk konsumen maupun merchant.Dari sisi konsumen, misalnya, perusahaan saat ini tengah menjajaki untuk merilis chatbot. Dengan layanan tersebut, nantinya platform bisa memberikan rekomendasi yang terpersonalisasi ihwal barang yang ingin dibeli konsumen. Adapun bagi merchant, Tokopedia dengan menggunakan AI dapat merekomendasikan kepada mereka untuk melakukan bundling atas produk yang dijual ke konsumen.

 

“Paling penting bagi kami sebenarnya bagaimana AI harus dirasakan dan menjadi bagian dari tools gaya hidup bagi karyawan Tokopedia dulu, sebelum mereka bisa memikirkan inovasi yang relevan,” kata Melissa.

 

Kehadiran teknologi AI pun tampaknya memberikan prospek positif bagi perusahaan rintisan (startup), terlebih jika mereka menggunakannya dalam proses bisnis. Menurut Managing Partner East Ventures, Roderick Purwana, investor bisa jadi menganggap startup yang telah mengadopsi AI memiliki nilai tambah. Dengan begitu, mereka layak diberikan pendanaan.

 

Walaupun begitu, ujar Roderick, penilaian terhadap perusahaan rintisan tetap memperhatikan variabel lain, seperti prospek pasar dari startup-nya, serta visi misi dari founder.

 

“Jika memang ada (startup) yang menggunakan AI untuk efisiensi, apakah untuk mempercepat produk atau memperbesar pangsa pasarnya, itu merupakan nilai tambah buat kami,” katanya seraya menambahkan bisa jadi perkembangan bisnis startup yang tidak mengadopsi AI akan terhambat.

 

Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Mira Tayyiba, pemerintah sudah merespons perkembangan adopsi AI dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.

 

Setelah merilis beleid tersebut, kata dia, pemerintah saat ini tengah melakukan mekanisme pengujian untuk melihat kecukupan instrumen undang-undang existing dalam mengatur mengenai AI. Sejauh ini, terdapat regulasi yang saling berkaitan dengan teknologi tersebut, seperti UU Data Pribadi dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik.

 

Mira menyatakan, upaya menguji regulasi saat ini menjadi penting demi mengelola keberlanjutan inovasi teknologi, sembari meminimalisir dampaknya. Pemerintah tidak bisa mengatur sesuatu yang tidak memahami secara komprehensif. “Kalau (regulasi) terlalu cepat masuknya, inovasi tidak terjadi,” kata dia,”Tapi kalau sudah terlalu lambat, (regulasi) datang, mungkin dampaknya sudah menyebar dan tidak bisa dikelola lagi.”

 

Pembicara pada sesi digital ini menggarisbawahi bahwa meskipun AI menawarkan beragam keuntungan pada ekonomi, tetapi proses pemanfaatannya cukup sulit, serta perlu ada upaya meminimalisir dampaknya.

 

Muncul isu ihwal adopsi AI yang menyedot banyak sumber daya, memerlukan talenta yang mumpuni, serta biaya yang mahal. Pada saat bersamaan, isu mengenai dampak AI terhadap pasar tenaga kerja turut menjadi perhatian para pemangku kepentingan.(SP)

Pos terkait