Kupang, Savanaparadise.com,- Saling sindir antar kuasa hukum kembali mencuat dalam penanganan kasus dugaan proyek fiktif senilai Rp7 miliar yang mencatut nama Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Kali ini, kuasa hukum Yusinta Ningsih Nenobahan Syarief, Fransisco Bernando Bessi, menanggapi tajam pernyataan Natalia Rusli, kuasa hukum pelapor, yang dinilainya gegabah dan menyesatkan publik melalui sejumlah media.
Dalam keterangannya kepada media, Fransisco meminta rekan sejawatnya untuk lebih berhati-hati dalam berbicara di ruang publik, terutama soal perkara yang masih berproses di kepolisian.
“Kalau jadi lawyer, harus lihat isi berita, bukan cuma baca judul lalu menuduh orang seenaknya. Jangan memfitnah sesama pengacara, itu tidak etis,” tegas Fransisco, Selasa (7/10/2025).
Pernyataan itu disampaikan menanggapi sejumlah komentar dari pihak pelapor yang menyinggung dirinya secara personal di media. Fransisco menilai komentar-komentar tersebut keluar dari konteks hukum dan lebih menyerang pribadi.
“Mereka menyerang hal-hal yang tidak penting, bicara soal bagus dan jelek orang. Ukurannya apa? Sedangkan kamu sendiri sekolah baru sampai depan pagar,” sindirnya keras.
Fransisco menegaskan dirinya tidak memiliki kepentingan untuk mencari popularitas. Ia mengaku hanya ingin fokus menyelesaikan perkara sesuai jalur hukum yang berlaku.
“Saya tidak cari panggung. Cek saja rekam jejak saya, tidak pernah bermasalah dengan hukum. Saya bekerja terukur dan profesional,” ujarnya.
Meski menegur keras Natalia Rusli, Fransisco tetap memberikan apresiasi kepada sejumlah pengacara pelapor lain di Polda Metro Jaya yang menurutnya menjaga sikap profesional.
“Ada rekan pengacara yang saya hormati karena mereka fokus pada laporan polisi, bukan lempar opini. Itu sikap yang benar,” katanya.
Terkait pemeriksaan, Fransisco memastikan dirinya dan kliennya siap memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya.
“Kami siap hadir dan membawa semua data. Setelah diserahkan ke penyidik, baru kami akan sampaikan ke publik agar jelas dan tidak bias,” ucapnya.
Ia juga menekankan bahwa membuat laporan polisi adalah hak setiap warga negara, asalkan disertai data yang valid.
“Itu hal wajar dalam demokrasi. Tapi laporan tanpa bukti kuat bisa menimbulkan opini yang menyesatkan,” tutupnya. (SP)