Enam Kabupaten Di NTT dinyatakan Disclamer

- Jurnalis

Rabu, 24 Oktober 2012 - 06:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kupang, Savanaparadise.com,- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam pemeriksaannya terhadap opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2011, berpendapat sebanyak enam kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) dinyatakan tidak memberi pendapat (TMP) atau disclaimer. Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak delapan kabupaten karena pada tahun 2010 sebanyak 14 kabupaten yang dinyatakan disclaimer.

Direktur Pengawasan Keuangan Daerah Wilayah III Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Sri Penny Ratnasari menyampaikan hal itu pada Seminar Pencegahan Korupsi yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan BPKP di Aula El Tari Kupang, Selasa (23/10).

Ratnasari menyebutkan, enam kabupaten yang opini LKPD 2011 dinyatakan disclaimer ialah Kabupaten Alor, Lembata, Ngada, Timor Tengah Utara (TTU), Rote Ndao, dan Manggarai Timur. Sedangkan 14 kabupaten yang opini LKPD tahun 2010 dinyatakan disclaimer yakni Kabupaten Alor, Ende, Kupang, Lembata, Ngada, Sikka, Sumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan (TTS), TTU, Rote Ndao, Manggarai Barat, Nagekeo, dan Manggarai Timur.

Baca Juga :  Besok, Andre Parera dilantik Ganti Honing Sani

“Dari data yang ada, beberapa kabupaten yang dua tahun berturut-turut, opini LKPD-nya dinyatakan disclaimer yakni Kabupaten Alor, Lembata, Ngada, TTU, Rote Ndao dan Manggarai Timur,” ujar Ratnasari.

Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab belum diperolehnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK yakni tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Lemahnya sistim pengendalian intern. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan pengelolaan Badan Milik Daerah (BMD) yang belum tertib.

Baca Juga :  Medah di Gusur, Mekeng Jadi Plt Ketua DPD Golkar NTT

“Ada tiga kelemahan yang mengakibatkan permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu kelemahan administrasi keuangan, kelemahan akuntabilitas pengelolaan aset tetap, dan kelemahan proses pengadaan barang dan jasa,” terang Ratnasari.

Dia mengemukakan, sangat dibutuhkan Sistim Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam seluruh tahapan proses manajemen atau pengelolaan keuangan negara. Sistim pengedalian dan pengawasan ini mulai dari tahap penganggaran, pelaksanaan anggaran, penatausahaan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, perumusan kebijakan, dan pelaksanaan kebijakan. Sistim pengelolaan keuangan dimaksud untuk terwujudnya pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih. Tentunya dibutuhkan juga akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja, serta wilayah tertib administrasi dan wilayah bebas korupsi.

“Keandalan Sistim Pengendalian Intern (SPI) menjadi dasar dari pemberian opini dari lembaga auditor. Ini terlihat dari keandalan pelaporan keuangan dan laporan kinerja,” tambah Ratnasari. (Rey)

Berita Terkait

Kuasa Hukum Yusinta Nenobahan Kecam Pihak Penyebar Data Pribadi Klien
Kasat Korwil Banser NTT Desak Polri Tangkap Pelaku Penganiayaan Banser di Tenggarang 
Difitnah di Kompasiana, Yusinta Bantah Semua Tuduhan Palsu dan Siapkan Langkah Hukum
Tak Hanya Nelayan PPI Oeba, Nelayan Tenau Juga Ikut Geruduk Kantor Gubernur NTT
Drama Pergub 33: Kadis Sulastri Balik Arah, Minta Maaf ke DPRD dan Nelayan
Rapat Dinas DKP Gagal Total,Nelayan dan Pelapak PPI Oeba Ogah Hadir
DPRD NTT Bantah Intervensi Kenaikan Tarif, Komisi II “Sidang” Kadis DKP Soal Polemik Pergub
Miris, Kadis Perikanan Undang Rapat Nelayan dan Pelapak PPI Oeba Hanya Lewat WhatsApp
Berita ini 0 kali dibaca