Kelompok Rentan Perlu Dilibatkan dalam Kebijakan Sistem Peringatan Dini Hadapi Potensi Bencana

- Jurnalis

Kamis, 13 September 2012 - 05:29 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, Savanaparadise.com,– Perempuan, anak, dan penyandang cacat adalah pihak yang paling rentan saat terjadi bencana alam. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan dan akses mereka terhadap usaha-usaha pengurangan risiko bencana. Ke depan, mereka perlu dilibatkan dalam kebijakan sistem peringatan dini dalam menghadapi potensi bencana.

“Sebagai contoh, sekitar 75 persen korban tsunami di Samudera Hindia, termasuk Aceh adalah perempuan dan anak-anak. Di Myanmar, 61 persen korban tewas saat terjadinya badai Nargis jugaperempuan, lalu saat terjadi badai besar di Bangladesh tahun 1991, jumlah korban perempuan empat kali lebih banyak,” kata Manajer Program Manajemen Risiko Bencana Plan Indonesia Vanda Lengkong, di Jakarta, 12 September 2012 dalam rilisnya yang di terima Savanaparadise.com.

Baca Juga :  Kubu Agung Laksono Bakal Ganti Semua Pengurus Golkar NTT

Berdasar temuan ini, Konsorsium AID yang terdiri dari Plan Indonesia, Handicap International dan CARE, yang didukung oleh Komisi Eropa mengimplementasikan program pengurangan risiko bencana inklusif di Provinsi NTT, yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kota Kupang dan Belu.

Menurut Vanda, sasaran utama program ini adalah pihak yang paling rentan saat bencana alam terjadi, yaitu perempuan, anak-anak dan penyandang cacat. NTT dipilih sebagai wilayah program karena banyak pihak yang rentan tersebut yang tinggal di wilayah pelosok, sehingga kesempatan mendapat akses dan pelibatannya pun semakin minim.

“Di sana, sumber daya manusia yang memiliki keterampilan di bidang pengurangan risiko bencana juga sangat sedikit. Program ini akan menguatkan kapasitas, baik dalam pemahaman tentang pengurangan risiko bencana maupun kemampuan mengantisipasi dan mengatasi situasi pascabencana,” jelas Vanda.

Baca Juga :  Bapak Presiden, Tolong kembalikan Anak Saya Dengan Selamat!

Penerapan program pengurangan risiko bencana inklusif yang memungkinkan pihak rentan punya akses yang sama untuk terlibat di dalamnya ini diharapkan berujung pada munculnya kebijakan pemerintah daerah hingga pusat.

Program ini akan berlangsung hingga akhir 2013. Selain ditujukan kepada masyarakat, program ini juga ditujukan kepada lembaga masyarakat dan pemerintah yang terkait, seperti BPPD dan Dinas Sosial.

“Kesamaan model dan pendekatan PRB inklusif di semua pemangku kepentingan inilah yang menjadi kunci akses bagi pihak yang rentan untuk terlibat. Tentu saja selain itu dibutuhkan legitimasi berupa dukungan kebijakan pemerintah,” lanjut Vanda.(*/Elas)

Berita Terkait

YNS Volly Cup 1 Sukses, Bank NTT Juara, Masyarakat Apresiasi Komitmen Yusinta Nenobahan
Mentri Nino Pereira Bertemu Gubernur NTT, Bahas Peluang Bisnis Dan Investasi Ke Timor Leste
Tutup Kejurda NTT, Gubernur Melki Katakan Drag Bike Picu Pertumbuhan Ekonomi Disektor UMKM
Mentri Wihaji Ungkap Prevalensi Stunting Di NTT Masih Tinggi
1.380 Orang CPNS Formasi 2024 Lingkup Pemprov NTT Resmi Terima SK Pengangkatan
Pemprov NTT Teken MoU Bersama Organisasi dan Institusi Soal Penanganan Stunting
Mentri Kebudayaan Fadli Zon Kunker Ke NTT Dan Disambut Gubernur Melki Laka Lena
Gubernur Melki Laka Lena Ingin Majukan Ekonomi Lokal Lewat Pariwisata
Berita ini 1 kali dibaca