Site icon savanaparadise.com

Masyarakat Tolak Rencana TPST Baru, Zulkinanar: Ende Selatan Bukan Tempat Sampah

Tokoh Masyarakat Kelurahan Rukun Lima, Kecamatan Ende Selatan, Haji Abdul Rahman Pula Jongo (Hijau) dan Zulkinanar DM (Putih) (Foto: Mateus Bheri/SP)

Ende, Savanaparadise.com,-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende semakin gencar mencari lokasi baru Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) lantaran TPA Rate telah di tutup berdasarkan instruksi Kementrian Lingkungan Hidup.

Kabarnya ada 3 lokasi yang menjadi target Pemkab Ende untuk dijadikan TPST yaitu, Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Ende, dan Kecamatan Ende Selatan.

Rencana Pemkab Ende pengadaan lokasi TPST tersebut mendapat penolakan dari warga di Kelurahan Rukun Lima, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende yang merupakan salah satu kecamatan yang menjadi target pemerintah untuk dijadikan TPST.

Salah Tokoh Masyarakat, Zulkinanar DM saat di temui media, Rabu 24 September 2025 mengatakan, pada prinsipnya warga sangat mendukung adanya TPST, namun mesti harus dipahami oleh Pemerintah daerah bahwa sesuai regulasi Kementrian Lingkungan Hidup, sistem open dumping itu tidak di perboleh kembali.

“Kami mendukung semua program Bupati, yang kami persoalkan lokusnya. Kenapa harus Ende Selatan? itu yang menjadi pertanya besar bagi kami karena selama ini Ende Selatan sudah memberikan kontribusi tentang sampah di kota Ende, malahan sudah puluhan tahun dan baru di tutup.Nah, kalau tanjung di tutup, kenapa tidak cari di tempat lain, mengapa harus kami lagi begitu, khususnya Kelurahn Rukun Lima dan Paupanda. itu yang menjadi keberataan kami”, tegas Zulkinanar.

Zulkinanar kemudian membeberkan sejumlah alasan ienapa warga memilih menolak lokasi TPST berada di wilayah tersebut. Menurutnya, dengan tingkat kemiringan begitu ekstrim tentuanya sangat berbenturan dengan undang-undang nomor 18 tahun 2018 yang mengatur tentang tingkat kemiringan yaitu 20 dearajat

Dari kondisi riil yang ada, menurut dia, tingkat kemiringan tersebut bahkan melebihi angka 20 derajat sehingga sangat mengkwatirkan warga karena di bawa nya terdapat pemukiman warga. Zulkinanar juga menyampaikan, Senin kemarin dirinya mengikuti sosialisasi di Kantor Camat Ende Selatan bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan tim TP2D..

Pada waktu itu, kata dia, DLH juga menyajikan sejumlah permasalahan teknis mengenai TPST dan baginya pihaknya tidak mempermasalahkan itu karena hal tersebut hanya bersifat teknis. Sebetulnya pada saat itu, dirinya mengingingkan agar DLH dan tim TP2D harus terbuka dan menjelaskan juga apa dampak negatif atas keberadaan TPST bagi warga disekitarnya.

“Karena sampah ini kita tahulah apa dampaknya. misalnya dampak pertama itu bau, kedua Air lindi sampah itu akan disalurkan kemana. Apalagi air ini mudah resap dan disekitar itu ada tempat pemukiman warga, ditambah kultur tanah yang berpasir, itu yang kami kwatirkan. Sampah ini  menghasilkan gas metana yang mudah terbakar”, tukasnya.

“Kenapa di Ende selatan, khusus kelurahan Rukun Lima ini. Kalau pemerintah memperhatikan soal kepentingan kami dua kelurahan ini, doronglah pembangunan yang lebih ramah dan lebih baik. Saya kasih contoh saja, sempat viral bagaimana indah Bukit Roja, view laut nya begitu bagus. sebenarnya itu yang perlu di dorong oleh pemerintah daerah untuk jadikan destinasi wisata. karena di situ juga sudah ada tulisan informasi center”, terang Zulkananar.

Reapon yang sama juga di lontarkan oleh tokoh masyarakat lainnya Abdul Rahman Pula Jongo. Imam Masjid Darul Yaqin ini mengatakan pada saat sosialisasi sebelumnya, DLH sempat menyebut tiga lokasi yang ada di akecamatan Ende Selatan yang akan dijadikan TPST.

Ia mengatakan dari tiga lokasi yang disebut dalam forum sosialisasi oleh DLH masing-masing disebutkan soal status kepemilikan tanah, luas lahan, dan jarak dari lokasi TPST dengan pemukiman warga.

Haji Abdul Rahman merincikan, lokasi pertama adalah milik saudara T dengan luas lahan sebesar 5,1 ha dan jarak lokasi dengan pemukiman warga, sekitar 5880 meter. Lokasi ini, tambah dia, belum memiliki sertifikat. Lokasi kedua adalah milik saudara N dengan luas lahan 5,38 ha dan jarak antara lokasi TPST dengan pemukiman sekitar 669 meter. Dan lokasi terkahir miliknya saudara S dengan luas lahan 5,15 ha dan jarak antara lokasi dengan pemukiman sejauh 810 meter.

Diantara tiga lokasi ini, kata Haji Abdul Rahman, cuma satu yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), sedangkan dua lokasi lainnya belum memiliki SHM. Selanjutnya Haji Abdul mengatakan, bentuk penolakan dari warga bukan terletak pada sertifikat atau belum melainkan kondisi yang tidak memungkinan di situ akan dijadikan lokasi TPST.

Karena berdasarkan keterangannya, selain ada pemukiman warga, disekitar lokasi tersebut terdapat pondok pesantren Wali Songo, ada pemakaman umum kendati belum di gunakan, dan juga ada pemakaman keluarga.

Seandainya lokasi tersebut akan dijadikan TPST, kata Haji Abdul, imbasnya adalah talat-lalat besar akan berterbrangan di wilayah tersebut dan imbas lainnya adalah adanya aroma tidak sedap alias Bau.

Haji Abdul Rahman menjelaskan merujuk dari berbagai sumber dan salah satunya dari Kementrian Lingkungan Hidup, termuat di dalamnya beberapa aspek yang harus diperhatikan terkait pengadaan TPST. Haji Abdul menyebut, aspek pertama yang harus diperhatikan adalah aspek geologi. Artinya lokasi TPST tidak berada di daerah patahan.

Haji Abdul juga menyebut, aspek kedua yang harus diperhatikan agar TPST tersebut memenuhi persyaratan adalah tidak berada di daerah vulkanik. Artinya, berdekatan dengan gunung berapi aktif. Sedangkan spek ketiga adalah kemiringan harus kurang dari 20 derajat.

“Sekarang kalau kita lihat kemiringan di atas, bukan saja 20 derajat bahkan sampai 30 derajat dari permukaan Laut. Dan Kempat, tidak boleh berdekatan dengan lapangan terbang. minimal jraknya itu sekitar 3 KM. kalau kita lihat di sini beberapa tempat yang sudah mereka paparkan, sekitar 2 KM dari lapangan terbang. artinya. dari semuanya itu sudah tidak memenuhi syarat”, ucapnya

Haji Abdul juga menuturkan ketika semua apsek tersebut tidak terpenuhi, inilah mengapa ia menyatakan menolak rencana pemerintah menentukan lokasi TPST di kelurahannya karena Ia kwatir jangan sampai dalam pengoperasian dikemudian hari terjadi kebocoran yang akan berdampak bagi warga sekitarnya.

“Ketika ada kebocoran, rembesan kebocoran ini akan berdampak di wilayah sekitarnya. ini yang kami kwatirkan. Siapa yang tidak mau ada pemasukan untuk warga. kita mau ko. Tapi kita lihat dulu bukan hanya satu sisi ini saja. tapi yang terpikir oleh kita adalah soal dampak yang ditimbulian oleh TPST tersebut dikemudian hari”, ujarnya.

Bahkan Haji Abdul Rahman mempertanyakan mengapa Ende Selatan selalu menjadi target tempat pembuangan sampah. padahal menurut dia Ende Selatan sebetulnya merupakan ikon Kota Ende. Ia mengatakan demikian karena paling tidak Kecamatan Ende Selatan telah memberikan kontribusi bagi peningkatan PAD di Ende.

Karena itu Ia mengharapkan agar pemerintah mencari alternatif lain atau lokasi lain sebagai TPST, bukan di Ende Selatan.

“Apakah Ende selatan ini menjadi tempat buang sampah. Jangan jadikan Ende Selatan tempat buang sampah. Sadar atau tidak Ende Selatan ini Ikon nya Kabupaten Ende. sudah berapa banyak PAD oleh Pemda diambil dari Ende Selatan. Misalnya, Galian C dan komoditi-komoditinya.

“Coba pemerintah daerah menjadikan Bukit Roja itu sebagai daerah pariwisata. Apalagi banyak sekali masyarakat Ende Selatan ini, bahkan dari luar Ende berdatangan untuk rekreasi di Bukit Roja. dibuktikan dengan apa, adanya informasi center”, saran Haji. (Mateus Bheri/CR)

Exit mobile version