Menia,Savanaparadise.com,– Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadis Perindag) Kabupaten Sabu Raijua, Lagabus Pian menguraikan permasalahan dan solusi tentang kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Permasalahan dan solusi itu diuraikan Kadis Perindag dengan mengacu pada kondisi terjadinya kelangkaan dan antrian kendaraan yang berkepanjangan untuk mengisi BBM di setiap SPBU Sabu Raijua.
Kepada Savanaparadise.com, Kamis (21/07/22) Lagabus menguraikan saat ini sebagian besar tata niaga BBM Subsidi di Sabu mulai dikuasai oleh jaringan distribusi yang tidak resmi mengakibatkan adanya keluhan dari masyarakat karena takaran yang tidak tepat.
Bersamaan dengan itu, urai Lagabus, harga jual BBM subsidi yang tinggi juga yang mengakibatkan masyarakat tidak sepenuhnya menikmati subsidi yang diberikan pemerintah.
Padahal, jelas Lagabus, tata niaga BBM subsidi yang resmi sesuai Peraturan BPH Migas yakni Pertamina mendistribusikan BBM ke SPBU sebagai penyalur dan SPBU menjual langsung kepada masyarakat sebagai konsumen pengguna akhir.
Kendati demikian, khusus bagi masyarakat yang jauh dari SPBU atau yang tidak dapat membeli langsung ke SPBU maka Pemerintah Daerah dapat menetapkan Sub Penyalur sebagai perpanjangan tangan dan/atau menerbitkan rekomendasi bagi kelompok sasaran seperti petani, nelayan dan industri rumah tangga agar dapat membeli BBM menggunakan jerigen di SPBU atau sub penyalur.
Hal ini bertujuan agar masyarakat di seluruh wilayah Indonesia dapat menikmati BBM subsidi dengan harga yang terjangkau.
Berdasarkan sesuai peraturan di atas, jelas Lagabus sangat berbanding terbalik dengan relitas yang terjadi di lapangan. Dan permasalahan yang kita temukan diantaranya,
1. Tata Niaga BBM Subsidi yang tidak Resmi
Menurut Data dari Pertamina, SPBU di Sabu Raijua seharusnya ada tiga yakni dua SPBU Satu Harga dan satu SPBU Kompak, namun faktanya hanya ada dua SPBU yakni SPBU Satu Harga yang terletak di Desa Roboaba dan Desa Eilode.
Sedangkan BBM untuk SPBU kompak dikelola oleh APMS yang secara regulasi tidak lagi diakui sebagai penyalur BBM subsidi yang resmi. Dengan demikian ditemukan adanya penyimpangan yang terjadi pada SPBU kompak yakni BBM disalurkan tidak melalui SPBU tetapi disalurkan kepada APMS dan dijual kepada koordinator kecamatan dan pengecer menggunakan drum. Lalu setelahnya dari koordinator kecamatan dijual lagi ke pengecer dan pengecer menjualnya ke masyarakat.
Dengan mata rantai yang panjang ini, kata Lagabus, maka berdampak pada harga dan takaran yang tidak sesuai ketentuan pemerintah sehingga pihak Pertamina meminta Pemda dan kepolisian untuk meningkatkan pengawasan agar BBM subsidi yang disalurkan dapat tepat sasaran.
Berdasarkan temuan penyimpangan ini, lanjut Lagabus, maka Pertamina mewajibkan pengelola SPBU kompak untuk memasang dispenser/nozel dan menjual BBM ke masyarakat secara langsung sesuai harga yang ditetapkan pemerintah.
Sikap Pertamina terhadap penyimpangan ini yakni menghentikan sementara distribusi BBM subsidi ke SPBU kompak yang dikelola oleh APMS untuk dilakukan pembenahan.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak Pertamina merupakan upaya untuk membela kepentingan rakyat Sabu Raijua agar masalah penyaluran BBM ke depan bisa lebih baik sehingga diharapkan adanya dukungan dari masyarakat dan masyarakat tidak mudah terpancing dengan provokasi dari pihak atau oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab.
2. Spekulasi Penjual Jalanan
Terkait dengan spekulasi penjual jalanan menurut Kadis Perindag lain halnya dengan praktek yang terjadi di SPBU.
Di sini, jelas dia, Pemda dan Kepolisian melakukan pengawasan di SPBU agar SPBU tertib dalam melayani masyarakat sebagai konsumen akhir BBM subsidi. Namun yang terjadi di Sabu Raijua adalah ada oknum-oknum yang membeli BBM subsidi dengan menggunakan sepeda motor dan mobil di SPBU secara berulang-ulang setiap hari lalu dikeluarkan kembali dari tanki motor dan mobil dan diperdagangkan dengan harga yang tinggi untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Jadi, terangnya, BBM yang semestinya disubsidi oleh pemerintah untuk masyarakat dijadikan komoditi jualan untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya BBM di SPBU cepat habis dan penjualan selanjutnya dilakukan oleh penjual di jalanan yang tidak resmi dengan harga yang tinggi.
Dampak dari tindakan-tindakan oknum-oknum tersebut maka terjadilah antrian berulang di SPBU dan masyarakat umum hampir-hampir tidak dapat menikmati BBM subsidi dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
Pemda dan Kepolisian melakukan operasi penertiban terhadap penimbun dan penjual yang menaikkan harga sewenang-wenang. Hasilnya adalah penjual jalanan menghilang dan sebagian berjualan secara sembunyi-sembunyi dengan cara : ini minyak mau pake sendiri, tapi kalo ama/ina perlu, bisa beta kasi tapi harganya 25.000–30.000 per botol aqua 1500 ml. Hal ini berdampak bagi masyarakat yang selama ini terbiasa membeli BBM subsidi di jalan dengan harga 15.000-20.000 per botol aqua 1500 ml menjadi kesulitan.
Parahnya lagi, jika ada penjual/pengecer yang menjual dengan harga 15.000 per botol maka akan diborong seluruhnya dan dijual kembali dengan harga 25.000-30.000 per botol. Sehingga masyarakat tambah sulit karena tidak ditemukan lagi penjual/pengecer yang menjual dengan harga 15.000/botol.
3. Dampak Penertiban
Karena Pemda dan Kepolisian melakukan penertiban terhadap dua pola penyimpangan tersebut, yakni distribusi melalui agen tidak resmi dan antrian berulang di SPBU untuk dijual kembali maka oknum-oknum yang selama ini mendapat keuntungan dari praktek ini merasa lahan mereka terancam sehingga berupaya menggagalkan upaya penertiban dengan berbagai cara yakni berusaha menguasai antrian BBM yang dijual di SPBU, membelinya secara terus menerus dan menimbunya serta tidak menjualnya kembali tetapi disimpan agar menimbulkan kelangkaan dan kesulitan bagi masyarakat.
Jika mereka harus menjual maka akan dijual dengan harga yang sangat tinggi sehingga terkesan bahwa Pemda tidak mampu mengelola BBM.
Di samping itu mereka mulai menyebarkan propaganda negatif di masyarakat terhadap Pemda bahwa kelangkaan ini karena ketidakmampuan Pemda mengelola BBM.
Mereka menggunakan media elektronik yang ada untuk menyebarkan propaganda negatif tersebut.
Mereka menyebarkan isu bahwa masyarakat akan kesulitan mendapatkan BBM jika tidak disalurkan melalui mereka.
4. Penataan dan Upaya oleh Pemda.
Pemda bersama kepolisian sedang berusaha meningkatan pengawasan dan Pemda bersama Pertamina menata kembali manajemen/tata niaga BBM di Sabu Raijua dengan tujuan agar masyarakat dapat menikmati BBM subsidi dengan takaran dan harga yang ditetapkan pemerintah.
Kuota BBM subsidi untuk Sabu Raijua telah bertambah dan distribusi BBM ke Sabu dilakukan menggunakan dua kapal secara berkesinambungan terus menerus sehingga masyarakat tidak perlu panik dan ikut menimbun BBM. Saat ini terdapat dua kapal yang melayani distribusi BBM ke Sabu Raijua yakni Kapal SPOB Inneke sekali setiap bulan dan SPOB Ferimas dua kali setiap bulan. Pemda telah meminta kepada Pertamina agar distribusi BBM non subsidi ke Sabu Raijua juga ditambah sehingga meminimalisir penyimpangan penggunaan BBM subsidi.
Mobil plat merah dan kendaraan proyek telah diwajibkan menggunakan BBM non subsidi kecuali saat BBM non subsidi tidak tersedia.
SPBU akan beroperasi secara teratur dan terus menerus sesuai BBM yang tersedia di SPBU. Pemda telah menetapkan 17 sub penyalur untuk masyarakat yang jauh dari SPBU termasuk daratan Raijua untuk membantu mendistribusikan BBM ke masyarakat dengan harga jual yang telah ditetapkan Pemda yakni untuk daratan Sabu, Pertalite Rp. 9.000/liter dan Solar Rp. 6.000/liter dan untutk daratan Raijua, Pertalite Rp. 10.000/liter dan Solar Rp. 7.000/liter.
Jalur distribusi BBM ke masyarakat melalui sub penyalur dipersingkat/dipangkas. Sub penyalur akan menebus BBM langsung di SPBU sesuai harga subsidi. Selanjutnya sub penyalur langsung menjual ke masyarakat sebagai konsumen akhir, tanpa melalui perantara.
Sehingga tidak terjadi aksi ambil untung secara berulang-ulang yang mengakibatkan harga jual yang tinggi.
Aktivitas perekonomian masyarakat termasuk petani, nelayan, industri rumah tangga yang menggunakan mesin dan membutuhkan BBM akan dilayani secara khusus yakni diberikan rekomendasi oleh Dinas Teknis sehingga diperbolehkan membeli BBM menggunakan jerigen di SPBU ataupun di sub penyalur.
Kapal penumpang yang melayani angkutan umum ke Raijua akan diberikan rekomendasi sehingga dapat menggunakan BBM subsidi.
Perbaikan tata kelola ini sedang dilakukan oleh pemda dan tentunya akan menimbulkan gejolak karena adanya perlawanan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang merasa lahanya terganggu. Dalam waktu dekat mekanisme distribusi BBM yang baru akan berfungsi sehingga pelayanan BBM subsidi kepada masyarakat sudah bisa berjalan normal. Diharapkan masyarakat dapat mendukung upaya perbaikan dan tidak terpengaruh dengan propaganda dan provokasi negatif.
Pemda dan Kepolisian yang diberi tugas mengawasi distribusi BBM Subsidi akan menjalankan fungsinya secara optimal sehingga BBM subsidi dapat dinikmati masyarakat secara baik.
Hari ini stock BBM di SPBU Eilode masih mencukupi kebutuhan pelayanan seminggu ke depan. Pertalite tersedia 40.000 dan solar 12.000 sementara dalam waktu dekat Kapal Inneke 01 dan Kapal Ferimas sementara persiapan untuk menuju Sabu Raijua sehingga pelayanan BBM di Sabu Raijua akan berkesinambungan.
5. Dukungan Masyarakat.
Mengingat BBM subsidi merupakan komoditi yang terbatas, maka diharapkan masyarakat menggunakannya secara bijak datau dapat berhemat, tidak boros karena harganya yang terjangkau.
Untuk menghindari penyimpangan, masyarakat dapat berpartisipasi ikut menginformasikan ke pemda dan kepolisian manakala terdapat penyimpangan oleh SPBU sebagai penyalur maupun sub penyalur di desa/kecamatan.
Kadis Perindag menghimbau dan mengajak masyarakat Sabu Raijua untuk bersatu dan bersama-sama untuk mewujudkan penggunaan BBM subsidi yang tertib dan teratur di Kabupaten Sabu Raijua sehingga mampu menunjang seluruh aktivitas masyarakat dan mampu meningkatkan perekonomian daerah Kabupaten Sabu Raijua dan perekonomian masyarakat.
Penulis: Dule Dubu