Ende, Savanaparadise.com,- Literasi merupakan sebuah tuntutan yang semestinya terus digalakkan di era digitalisasi sekarang ini. Dengan membudayakan literasi kepada setiap masyarakat akan mampu melahirkan dan menciptakan manusia-manusia cerdas, kritis, kreatif, dan inovatif.
Tanpa literasi, pengetahuan masyarakat akan sangat terbatas. Efek lainnya, akan berdampak pada minat baca masyarakat akan sangat rendah. Ternyata, literasi memiliki pengaruh yang luar biasa bagi masyarakat. Ia mampu mengubah arah dan perubahan dalam dunia pendidikan anak.
Dalam rangkah peringatan hari literasi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadis P dan K) Kabupaten Ende, Mensi Tiwe mengutarakan sejumlah hal, mengapa sejauh ini budaya literasi di Kabupaten masih jauh dari harapan.
Menurutnya, selama ini di Kabupaten Ende lebih fokus mengurus pendidikan formal sedangkan di pendidikan non formal belum disentuh secara baik.
“Kita lebih fokus urus pendidikan formal, sedangkan non formal kita kurang sentuh dan yang kita sentuh di pendidikan non formal hanya, urus paket A, Paket B, dan C”, kata Mensi Tiwe saat di temui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (13/10/21).
Mensi menegaskan apabila ingin memberantas buta aksara atau mau memberikan pendidikan ke masyarakat umum, sebenarnya pilihannya ada di pendidikan non formal.
Menurut Mensi kalau di pendidikan formal, jalurnya sudah jelas, ada sekolahnya, ada gurunya, ada tenaga kependidikan, serta ada sarana prasarana pendidikannya. Sedangkan di pendidikan non formal belum tertatah secara baik.
Sehingga ia mendorong agar di pendidikan non formal harus ada akselerasi dan mempunyai jalur tersendiri. “Strategi yang akan saya lakukan adalah menyiapkan struktur organisasi di pendidikan non formal, sebab di pendidikan non formal belum ada organisasinya”, jelas Mensi.
Selain itu, ujar Mensi, ia juga menggagas pembentukan ketua forum taman baca. Dan selanjutnya bagaimana penjabaran ke bawahnya, yang berperan lebih dalam hal ini adalah ketua forum.
Dijelaskannya pendidikan non formal (PNF) di sini adalah bidangnya. Dia memiliki manajemen tersendiri. Manajemen itu melalui ketua forum ini. Selanjutnya ketua forum mengepakkan sayapnya hingga ke Desa-desa.
“Kalau setiap desa di Kabupaten Ende memiliki satu taman baca, pasti ada multiplier effecknya (efek berganda-Red). Ditambah di kecamatan akan kita bangun kampung literasi. Ada kita punya adik-adik yang tamat FKIP, jadi bisa bergerak di sana, karena di sana berbicara tentang literasi, berbicara tentang numerasi, berbicara tentang karakter, tapi dari prespektif pendidikan non formal melalui taman baca”, papar Mensi.
Sehingga, terang dia, manajemen pendidikan non formal ini agak sedikit mirip-mirip dengan manajemen pendidikan formal. Kalau di formal, ada guru atau tenaga pendidik. Tapi di non formal namanya Pamong.
Dikatakannya yang selama ini kecendrungan kita adalah tidak bisa menangkap program dari pusat, dari Direktorat PNF karena kita di sini belum memiliki organisasi perangkatnya.
Seandainya strukturnya ada, bebernya, antara program dan budgetnya (anggaran-Red) akan satu kali jalan.
“Percepatan ini supaya masyarakat yang DO bisa memanfaatkan ruang ini. Karena berbicara PNF akan diatur 1×24 jam, agar peserta didik kita atau anak didik bisa memanfaat ruang taman baca masyarakat demi meningkatkan SDM anak-anak kita”, ungkapnya.
Mensi menambahkan coba perhatikan Paud ataupun Kober, selama ini ada dana biaya operasionalnya. Program ini kalau organisasinya sudah ada akan mendatangi pengelola-pengelola setiap TBM masing-masing dengan standarnya.
“Tentunya untuk menjawab ini semua, standarnya adalah TBM itu harus memiliki ijin operasionalnya. Di Ende sendiri, sebelumnya tidak punya ijin operasional. Dan saat ini, baru TBM Kamubheka sudah mendapat ijin operasionalnya”, ungkapnya.
Seharusnya, kata Mensi, peluang ini perlu di tangkap karena dia bukan kaku dan baku seperti pendidikan formal. “Seandainya sudah memiliki ijin operasional, punya lisensi, pengelolanya kita, tangkap ini, program datang, langsung didistribusikan ke TBM tersebut”, jelasnya.
“Contoh saja, di pendidikan formal itu ada DAK, ya memang karena ada sasaran penerimanya. Ataupun Dana BOS karena ada sekolah-sekolahnya. Pendidikan non formal pun hampir sama persis. Yang menjadi kendala kita adalah karena tidak organisasi perangkat yang menunjangnya”, tambahnya.
Demi terwujudnya apa yang menjadi harapan kita bersama, ujar Mensi, konsep berpikirnya tidak boleh kita berdiri sendiri, perlu campur tangan dari berbagai pihak dalam untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.
“Mari kita sama-sama dalam tanggungjawab bersama untuk mencerdaskan anak bangsa melalui literasi”, ajak Mensi.
Penulis: Chen Rasi