Mbay, Savanaparadise.com,- Dua dari tiga orang pemilik lahan SMAN 2 Boawae di Kecamatan Boawae Kabupaten Nagekeo, nama Yohanes Silvester Busa dan Kanisius Nuga Laga menanam pohon pisang dalam areal SMAN 2 Boawae. Perbuatan tersebut dilakukan keduanya sebagai bentuk protes sebab uang kompensasi lahan milik mereka yang menjadi lokasi pembangunan SMAN 2 Boawae tersebut belum dilunasi.
Yohanes Silvester menyampaikan bahwa dirinya menanam pohon pisang di lahan sekolah sebagai bentuk pernyataan bahwa dirinya tidak mengizinkan kelanjutan pembangunan pada lahan tersebut. Sebelum sisa uang dibayarkan, saya tidak akan mengizinkan pembangunan dilakukan.
Yohanes menjelaskan bahwa dirinya telah merelakan tanahnya dinilai dengan harga jauh lebih murah dari harga pasaran.
“Saya relakan tanah saya dinilai Rp 50.000 per meter persegi demi pembangunan sekolah. Tetapi dengan kesepakatan sebelumnya, bahwa kompensasi lahan akan dibayarkan menggunakan uang komite,” jelasnya, Sabtu, 19/07/2020.
Yohanes meneruskan bahwa saat ini pihaknya merasa tidak berdaya, sebab uang komite tersebut dikelola oleh pihak sekolah.
“Kompensasi lahan saya baru dibayarkan sebesar 30 juta rupiah pada tahun 2019, dari total 400 juta lebih. Kami meminta hak kami kepada pihak komite sekolah, tetapi komite sekolah tidak memiliki uangnya. Uang dikelola oleh pihak sekolah,” urainya.
Yohanes menambahkan bahwa pihaknya lebih terkejut saat mengetahui bahwa Kepala Sekolah SMAN 2 Boawae, secara sepihak telah mengganti kepengurusan komite sekolah.
.”Sekarang kami harus mengadu ke siapa, jika pihak komite yang membuat perjanjian dengan kami tentang pembayaran uang kompensasi, telah diganti orang-orangnya?,”ungkapnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Kanisius Nuga Laga. Kanisius menyatakan bahwa dari total Rp 150.000 juta uang kompensasi lahan miliknya, dirinya baru menerima pembayaran Rp 40.000.000 pada tahun 2019 yang lalu.
“Saat saya minta ke komite sekolah, komite menyatakan bahwa komite tidak punya uang, sebab uang komite dibayarkan langsung oleh siswa ke pihak sekolah. Dengan demikian, uang ada di pihak sekolah,” ungkapnya.
Kanisius melanjutkan bahwa para pengurus komite sekolah juga telah diganti oleh kepala sekolah sehingga dirinya kebingungan hendak meminta haknya kepada siapa.
.”Sejujurnya saya merelakan tanah saya dinilai dengan harga murah, sebab saya menghormati para tokoh masyarakat yang memperjuangkan pembangunan SMAN 2 Boawae. Pada rapat pleno awal yang dihadiri panitia persiapan dan masyarakat, telah disepakati bahwa uang kompensasi lahan akan dibayarkan menggunakan uang komite sekolah. Masyarakat menyanggupi membayar uang komite sebesar Rp 1.625.000, dengan rincian Rp 1.000.000 untuk keperluan sekolah dan Rp 625.000 untuk mencicil kompensasi lahan,” ungkapnya.
Kanisius melanjutkan bahwa dirinya merasa tidak ada itikad baik dari pihak sekolah.
.”Sewaktu saya meminta hak saya kepada ketua komite dan panitia persiapan, ternyata uangnya ada di pihak sekolah. Malah pengurus komite termasuk bendahara komite, telah diganti seluruhnya.Kalau begini, kami mau minta hak kami kepada siapa?,” cecarnya
Kanisius berkeras tidak akan mengizinkan pembangunan jika kompensasi belum dilunasi.
“Saya hanya akan mengizinkan pembangunan jika hak saya telah saya terima,” tegasnya.
Sementara itu, mantan Ketua Komite SMAN 2 Boawae Hendrikus Tage menyampaikan bahwa pihaknya merasa tertekan sebab para pemilik lahan belum menerima haknya secara utuh.
“Sejujurnya kami tertekan, sebab para pemilik lahan meminta haknya kepada kami.Sesuai kesepakatan awal, kompensasi untuk lahan memang akan dibayarkan menggunakan uang komite sekolah,” ungkapnya.
Namun, lanjut Hendrikus, uang komite yang dibayarkan oleh siswa diterima oleh pihak sekolah dan selanjutnya pengelolaannya tidak diketahui oleh komite.
.”Kami telah menemui kepala sekolah pada tanggal 6 Juni 2020 yang lalu untuk meminta uang komite, yang sesuai kesepakatan awal, sejumlah Rp 625.000 per siswa per tahun, diperuntukan untuk membayar kompensasi lahan. Kepala sekolah hanya menyatakan bahwa uang tersebut ada di bank, tanpa memberi penjelasan lebih lanjut,” urainya.
Lebih lanjut, tambah Hendrikus, kepala sekolah menyatakan bahwa dirinya dan anggota komite bukan lagi pengurus komite, sebab pengurus komite telah diganti.
“Hal ini sangat janggal sebab sesuai amanat Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, anggota komite sekolah harus dipilih secara akuntabel dan demokratis melalui rapat orangtua/wali siswa.Dan kenyataannya, tidak pernah dilangsungka rapat untuk tujuan tersebut,” ungkapnya.
Hendrikus melanjutkan bahwa dirinya berharap agar kompensasi untuk para pemilik lahan dapat segera dilunasi.
“Saat ini pemilik lahan telah menanam pohon pisang di sebagian lahan sekolah. Sedianya pada tempat tersebut akan dibangun laboratorium kimia dengan anggaran dari Dana DAK sebesar Rp 370.000.000. Dan jika kita gagal mengeksekusi anggaran tersebut, sekolah akan diblacklist sehingga tidak lagi bisa menerima bantuan lagi.Kerugiannya paling besar ada di pihak siswa-siswi,” sesalnya.
Hendrikus berharap agar uang komite sekolah dapat digunakan untuk membayar kompensasi lahan.
“Ada 301 orang siswa yang membayar uang komite.Jika memang ada uangnya di bank, silakan dicairkan untuk membayar hak pemilik lahan dan agar pembangunan di sekolah berjalan baik tanpa tersendat,” harapnya.(FR03)