Waingapu, Savanaparadise.com, Pasca kerusuhan antara warga yang menolak aktivitas pertambangan/eksplorasi oleh pihak PT. Fathi Resources di Desa Wahang, Kecamatan Pinu Pahar, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 18 Juli lalu, Formadda (Forum Pemuda Penggerak Perdamaian dan Keadilan NTT) mendesak Pemerintah agar sesegera mungkin menyelesaikan konflik tersebut dengan cerdas dan bijaksana.
“Peristiwa ini adalah bentuk frustrasi sosial masyarakat lingkar tambang terhadapat kebijakan pemerintah di sektor pertambangan,” ujar Ketua Formadda NTT Kupang, Melkior Nahar, , kepada Savanaparadise, 27/07, melalui pertelepon .
Menurut dia, masyarakat lingkar tambang sudah berupaya melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan ini secara formal dan damai, namun tidak pernah direspons dengan baik oleh Pemerintah.
“Dalam konteks ini, pemerintah tidak cerdas mengatasi persoalan konflik SDA sektor pertambangan. Pemerintah sama sekali tidak berpihak dan mendengar suara rakyat. Berhadapan dengan ketidakcerdasan Pemerintah, rakyat punya cara sendiri untuk menyelesaikan persoalannya,” terang Melky.
Untuk itu, Melky meminta agar Pemerintah harus menyelesaikan persoalan itu secara cerdas dan bijak. “Stop kriminalisasi terhadap rakyat lingkar tambang.”
Pada kesempatan yang sama, Hery Naif, Direktur Walhi NTT, meminta Gebernur NTT dan Bupati Sumba Timur segera mencabut izin tambang emas PT. Fathi Resources.
Kejadian yang berlangsung skitar pukul 10.00 Wita ini, telah mengakibatkan empat orang mengalami luka-luka dan salah seorangnya dirujuk ke rumah sakit di Kota Waingapu.
Selain itu, dua unit sepeda motor dan sebuah mobil milik perusahaan dilempari dan dirusak massa. Tak hanya itu, 5 rumah warga termasuk didalamnya yang menjadi basecamp PT. Fathi juga rusak berat.
“Awalnya, warga hanya akan menemui kepala desa untuk mempertanyakan kenapa perusahan tetap masuk padahal sudah ada surat penolakan oleh warga. Tapi karena tidak mendapat tanggapan baik dari kepala desa, maka warga kecewa, dan secara spontanitas melakukan penyerangan,” terang Hery, sambil menyodorkan catatan kronologis kejadian.
“Kejadian ini akibat provokasi yang dilakukan oleh pihak perusahan dengan melakukan aktivitas pra eksplorasi di desa mereka. Warga kian marah karena titik-titik eksplorasi dilakukan di dekat gereja dan rumah mereka, yang hanya berjarak sekitar 50-100 meter,” tambahnya.
Saat ini kondisi di kampung Wahang masih dijaga oleh aparat keamanan dari Polres Sumba Timur untuk mencegah terjadinya kegiatan pengrusakan lain oleh massa.
Sedangkan Kepala Desa Wahang tengah di Kantor polres Waigapu untuk mengadukan kejadian yang terjadi dan melaporkan sejumlah warga yang dituduh melakukan pengrusakan.
“Kabarnya, ada sekitar 24 orang warga yang dilaporkan oleh Kepala Desa tersebut,” jelas Umbu Wulang, staf peneliti Walhi di Sumba.(Elas)