Ruteng, Savanaparadise.com,- Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya meminta kepada Presiden RI, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperhatikan keberadaan gereja Katolik di Provinsi NTT khususnya keberadaan seminari yang menjadi tempat persemaian calon imam yang akan menjadi misionaris; baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Permintaan tersebut diungkapkan Gubernur Lebu Raya, dalam sambutannya pada acara perayaan 100 tahun Gereja Katolik di Keuskupan Ruteng, di lapangan Motang Rua Kabupaten Manggarai, Jumat (19/10).
Menurut Gubernur, Gereja lokal di NTT sebagai bagian dari warga bangsa telah ikut aktif membangun bangsa selama ini. Dalam keterbatasannya, ujar Gubernur, gereja telah mendirikan sekolah termasuk seminari-seminari yang saat ini telah menghasilkan seminaris awam dan pastor. ”Para pastor ini telah diutus sebagai misionaris ke berbagai negara, dengan membawa nama Indonesia; membawa diri sebagai cermin budaya dan kepribadian Indonesia; membawa diri sebagai tanda keanekaragaman dan wujud kerukunan hidup beragama di Indonesia. Para pastor mewartakan Indonesia ke berbagai negara dengan ilmu, iman dan kepribadian Indonesia yang ada dalam dirinya. Kami mengajak Bapak Presiden berkenan memberikan perhatian kepada seminari-seminari di NTT,” pinta Gubernur.
Wahana Demokrasi
Pada bagian lain, Gubernur menegaskan, Lonto Leok merupakan sebuah wahana demokrasi dalam tradisi hidup sosial masyarakat Manggarai. Dalam Lonto Leok, kata Gubernur, berbagai persoalan masyarakat dibicarakan secara terbuka, disepakati jalan keluarnya dan ditindaklanjuti bersama. ”Lonto Leok menjadikan orang Manggarai tak ubahnya keluarga besar, hidup rukun, susah senang ditanggung bersama,” ungkap Gubernur.
Gubernur menceritakan, pada tahun 2007 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi Kabupaten Manggarai untuk memberikan perhatian dan peneguhan kepada para korban bencana alam. ”Kami percaya, dari atas helikopter Bapak Presiden menyaksikan keindahan sawah yang menghampar hijau, bertingkat-tingkat di sebagian besar lereng Gunung Poco Ranaka, dengan petak-petak sawah yang menyerupai jaring laba-laba,” kata Gubernur.
Menurut Gubernur, jaring laba-laba dalam pembagian petak-petak sawah namanya Lodok; sebagai bentuk kearigan lokal dalam pemanfaatan lahan pertanian di Manggarai. Di dalam Lodok, kata Gubernur, terdapat pengakuan hak kepemilikan lahan, eksistensi kekuasaan antara Kraeng, Gelarang dan Lengge; tanda persaudaraan antara Cak Kilo, Kiola, Panga dan Wau; antara Wae Tua, Wae Koe, Anak Rona, Ema, Ende, Kae dan Ase. ”Di dalam Lodok, terdapat semangat bekerja keras, gotong royong dan Lonto Leok,” ucap Gubernur.
Di dasari kearifan Lonto Leok, lanjut Gubernur, masuknya agama-agama mendapat tempat di hati warga lokal, termasuk Gereja Katolik Manggarai yang saat ini merayakan yubileum 100 tahun. ”Di daerah ini, agama dan adat istiadat berinkulturasi dan bersinergi dengan baik. Dalam keseharian, semua warga berbaur tanpa memandang perbedaan agama, hidup rukun saling menerima satu sama lain apa adanya,” papar Gubernur.
Di tempat yang sama, Uskup Ruteng, Mgr. Hubertus Leteng, Pr mengatakan, hingga kini di wilayahnya terdapat 52 tarekat yang go international. ”Ada 811 misionaris yang terdiri atas 442 misionaris di luar negeri di 46 negara. Khususnya misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) yang berasal dari Manggarai berjumlah 157 orang. 64 misionaris dalam negeri dan 93 misionaris di luar negeri yang berada di 34 negara,” jelas Mgr. Hubertus.