Kupang, Savanaparadise.com,- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menilai persoalan pangan diseluruh daerah di Indonesia tampaknya sulit diatasi pemerintah. Atas dasar itu, DPD berinisiatif untuk melakukan revisi dan pengantian Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman.
” Masalah Pangan Harus menjadi Isu Global sama seperti isu Migas. Kami DPD RI tidak ingin masalah pangan terus berlanjut. Karena itu, UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman perlu direvisi,” kata ketua rombongan Komite II DPD RI, Ahmad Narwadi di Kupang, Selasa (6/10).
Menurut Ahmad, produksi pangan di Indonesia tidak melaju secara pesat, sementara jumlah penduduk semakin meningkat. Untuk mengatasi persoalan pangan, maka dibutuhkan kerjasama yang baik melalui perubahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman.
Ia menyampaikan, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 telah beberapa kali diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagian kelompok masyarakat telah melakukan uji materi terhadap Undang-undang tersebut sehubungan dengan implementasi undang-undang itu yang seakan-akan tidak berpihak kepada petani kecil sebagai pelaku utama budidaya tanaman.
Dalam klausul yang berhubungan dengan pembenihan, MK berargumen bahwa Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman telah memfasilitasi industri benih untuk memonopoli pembenihan nasional.
Ia menilai sistem budidaya pertanian berperan amat penting untuk meningkatkan produksi pertanian. Sistem budidaya tanaman setidaknya terdiri dari tiga sistem besar yakni sistem input dan sarana pertanian, sistem produksi tanaman, dan sistem panen.
Sementara itu, anggota DPD RI asal NTT Ibrahim Agustinus Medah menambahkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman sudah direvisi beberapa kali namun belum optimal dan tidak berpihak kepada petani. “Karena itu, DPD memandang perlu dilakukan revisi kembali,” kata Medah.
Medah menyampaikan, masalah pangan harus diatasi agar tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Para petani disetiap daerah sering mengeluhkan hal yang sama yakni masalah bebit dan pupuk. Oleh sebab itu, perlu dilakukan revisi Undang-undang yang mengatur sistem budidaya tanaman.
Selain itu, asisten ekonomi pembangunan Setda NTT Andreas Jehalu menyampaikan yang menjadi masalah serius di daerah itu adalah semakin sempitnya lahan pertanian. Hal ini menyebabkan hasil produksi petani juga berkurang.
Ia mengemukakan terjadi penurunan hasil produksi pertanian disebabkan karena kuranya infrastruktur pertanian, masalah bibit, dan penggunaan pupuk. “Ini karena undang-undang lama yang mengatur tentang hal itu tidak mengakomodir kepentingan petani,” ujarnya.(SP)