Ende, Savanaparadise.com,-Sungguh malang nasib para pengungsi gunung rokatenda, warga dari Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pasalnya paska meletusnya gunung rokatenda 12 Februari 2013 silam, 29 KK dari desa yang berbeda, diKecamatan Palue dibiarkan terlantar.
29 KK tersebut memilih untuk mengungsi ke Kabupaten Ende, Kecamatan Maurole, hanya untuk mencari perlindungan akibat dari meletusnya gunung rokatenda.
Berdasarkan data yang dihimpun, 29 KK tersebut dari Desa Kesukoja sebanyak 2 KK, 11 KK dari Reruwairere.
Sedangkan, 16 KK lainnya, masing-masing dari Nitung Lea dan Lidi, Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka.
Berdasarkan hasil advokasi tim dilapangan, dari 29 KK yang ada, 13 KK bermukim di Desa Niranusa dan 16 KK lainya bermukim di Desa Uludala Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende.
Menurut pengakuan Rudolfus Tongge (55) dari Desa Nitung Lea, sejak 2013 saat mengungsi, mereka pernah menerima bantuan dari Pemda Sikka dan sesudahnya hilang kabar.
“Kami pernah menerima bantuan dari Pemda Sikka paska gunung rokatenda meletus, namun sesudahnya tidak ada lagi bala bantuan yang datang”, Ungkapnya, Jumat (29/5/2020).
Ia mengaku, untuk menghidupi Istri dan anaknya, setiap harinya Ia pergi melaut untuk menangkap pukat, walaupun peralatan yang gunakan sederhana karena serba keterbatasan.
Kata Rudolfus kalau hasil tangkapannya banyak itu bisa mencukupi kebutuhan keluarga kami selama 2 hari, namun kalau tangkapannya sedikit sehari saja sudah cukup bagi kami.
Ia terkesan menyembunyikan kepahitan yang dirasakan selama 5 tahun tanpa diperhatikan oleh Negaranya sendiri. padahal dia juga adalah Warga Negara Indonesia.
Rudolfus adalah satu dari sekian banyak anak bangsa yang belum pernah merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya.
Bayangkan ditengah Negara selalu membumikan pancasila keseluruh pelosok Negeri, justru sila-sila sakti dalam pancasila tentang nilai keadilan dan kesejahteraan belum dirasakan sepenuhnya oleh rakyatnya.
Kisah pilu juga dirasakan oleh seorang ibu rumah tangga, Karolin Karo (38) yang sekaligus memiliki keahlian dalam menenun.
Karena keterbatasan finansial, Ibu Karolin sekali-kali terpaksa berhenti menenun karena hasil jual tenunannya, terkadang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya setiap hari.
“Saya sebenarnya ingin sekali membantu suami saya dengan menenun, tapi sayang uang hasil tenun yang seharusnya digunakan untuk beli benang, tapi uang itu saya gunakan untuk memenuhi kebutuhan kami”, Ungkapnya.
Dari sekian warga yang diwawancarai, mereka juga mengelukan hal yang sama yaitu, tidak pernah tersentu dengan bantuan, baik PKH, maupun bantuan sosial lainnya.
Mereka seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Didalam KTP mereka jelas dan tertera Provinsi Nusa Tenggara Timur Kabupaten Sikka, namun mereka dianatirikan.
Tinggal diwilayah Kabupaten Ende, tapi tidak diakui karena bermasalah dengan administrasi kependudukan, sungguh, Kehidupan meraka sangat memprihatinkan.
Kepala Desa Uludala, Kosmas Sundu saat ditemui oleh tim media ini, membenarkan kondisi yang dialami oleh 16 KK pengungsi dari Palue yang bermukim diwilayahnya.
Ia juga turut prihatin atas kondisi yang menimpa warga pengungsi gunung rokatenda dari Palue yang tidak disentuh oleh bantuan apapun, apalagi disaat negara sedang membantu rakyatnya yang terdampak Covid-19.
“sebagai manusia, saya sangat prihatin atas kondisi yang menimpa warga Palue, apalagi mereka juga terdampak Covid-19”, Ungkapnya.
Bahkan, kata Kosmas, sebagai Pemdes Uludala, saya sangat setuju kalau mereka masuk menjadi warga Ende.
Lanjut dia mereka belum mengantongi surat pindah penduduk dari Kabupaten Sikka ke Kabupaten Ende dan itu menjadi kendala kita.
Dalam situasi seperti ini, semestinya Pemerintah sebagai representatif Negara harus hadir untuk membantu warganya, bukan dibiarkan terlantar.(Chen02/Tim)